suatu masa akan datang arus deras tuntutan rakyat membalik paradigma kekuasaan
Selasa, 15 Maret 2011
KOMPENI KOMUNITAS PELAKU SENI
KITA TIDAK BISA BERDAMAI
DENGAN MESIN-MESIN PERUSAK NEGERI
Ditulis ‘Ndut ND, Komunitas GNI Jember
Menggagas Indonesia di kamar kecil
Kebudayaan Indonesia disusun oleh kesatuan atas berbagai daya rangsang suara rakyatnya yang dilontarkan keseluruh sudut dunia yang kemudian dilontarkan kembali dalam kerongkongannya sendiri. Merembes atau memekakkan !!!
Kebudayaan tidak bersifat esensial deterministik (pengkristalan kekuatan inti yang dominan menentukan), melainkan sebuah proses konstruksi realitas pemikiran “imajinatif” yang dinamis dan terus menerus berlangsung untuk menentukan kesesuaian hati dan pengetahuan untuk kebutuhan jaman. Artinya kebudayaan Indonesia adalah dinamika kekuatan “kata kerja” yang selalu memandang ”kemajemukan adat budaya yang riil dinamis dalam wilayah kebangsaanya” atau kebhinekaan dalam kasanah demokrasi Indonesia. Lalu siapakah elemen-elemen pembentuknya ? Mengapa bertanya pada diri sendiri ?
Sementara kekuatan kerakusan penetrasi budaya global yang secara mekanis bergerak merambah sendi-sendi kehidupan bangsa, sampai kepelosok desa pedalaman. Bagai mesin kapital yang cepat dan tak mengenal lelah berusaha menelan “daya imajinasi” kebangasaan. Dan celakanya justru kita secara beramai-ramai menawarkan diri menjadi operator mesin-mesin kapital, tanpa kenal jam kerja. Mesin-mesin inilah yang secara sistematik selalu menancapkan paham penawaran-penawaran, pemaksaan, perkosaan hak, pengurasan , dan jaring-jaring kematian dari generasi ke generasi. Sadar ataukah tak berdaya menolak ? Masih adakah nyali merencanakan “perlawanan” ?
Kamar kecil milik kita
Entitas budaya lokal perlu penguatan bukan pelestarian. Memperkuat lebih mengarah pada penataan sebagai organ yang mampu bersikap mandiri dan resisten terhadap goncangan “perubahan” kekuatan dunia. Membangun dialektika kehidupan kontituen tradisi menjadi kepercayaan budaya “baru”. Karena Revolusi budaya adalah penempatan nilai- nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan, termasuk rekonstruksi budaya lokal menuju revitalisasi tradisi agar lebih demokratis (tidak paternalistik), tidak terlalu fanatisme, insklusif dan memandang penting proses transformasi nilai dan regeneratif . Tetap memandang pluralisme budaya sebagai daya tawar globalisasi secara kritis. Lalu bagaimana kita memulai merangkainya, adakah media yang mampu mewakili kiprah gairah imajinasi yang bebas merdeka !! Sudah terlalu lama berkegiatan, berangan-angan, bersetubuh tanpa hasil yang patut dirasakan sebagai kemerdekaan sekelompok manusia. Yang kecil intens, penuh gairah imajinatif dan garang dalam pendirian adalah kegiatan di kamar kecil, maksud dan tujuannya jelas, hasilnya jelas. Di kamar kecil inilah kita merasa sebagai manusia yang bebas merdeka ?
Barang-barang konyol itu selalu menyertai kita. Ada kuaslah, spidol, kertas, kanvas, tulisan dan gambar, TV, radio, traktor, corong-corong mimbar, artikel budaya politik sosial kemasyarakatan, pentas, petasan, panggung-panggung, bangku-bangku bisu kuliah, gedung-gedung birokrasi dan parlemen ompong yang penuh kekosongan, ternyata tidak merubah nasib rakyat yang selalu tertindas dalam proses kenegaraan. Semua hanya hiasan hidup mereka, sementara semua justru jadi masalah kita. Bukankah membakar semangat cukup dengan korek dan minyak tanah atau bensin !! Begitu kata rakyat, dengan penuh keinginan di kamar-kamar kecilnya.
JALINAN RUPA MEDIA DALAM SENI
Apakah cukup ditempelkan di media-media, lalu seberapa besar kamar yang akan kita bangun, merakit dan merangkai dalam jalinan kekuatan imajinasi. Sehingga ada kanal-kanal orgasme yang tidak pernah kering dengan perlawanan-perlawanan. Bukan dengan kompromi dan memohon belas kasih semata. Perlakukan barang-barang konyol tadi menjadi elemen atau batu pijakan yang dapat dijalin dengan satu tujuan untuk memunculkan usaha-usaha nyata membangkitan suasana pembebasan kesadaran RAKYAT UNTUK MELAWAN PENINDASAN !!
Ekspresi dan imajinasi mungkin masih bisa dikemas, tetapi semangat membangun kesadaran rakyat itu harus konkrit dan verbal. Uji materinya bahwa aktivitas kesenian sebenarnya adalah lambang vitalitas masyarakat, respon atas propaganda yang kita lakukan yang akan dinilai. Karya-karya seni justru tidak akan menjauhkan imajinasi masyarakat dengan realitanya tetapi nyambung menjadi kesatuan yang utuh dan konkrit. Karena telah lama masyarakat “sulit berimajinasi” apalagi orgasme, masyarakat lebih merasakan ketertekanan secara fisik dan psikologinya. Kini sedang “sakit”. Seni pertunjukan yang mengolah elemen-elemen “barang-barang konyol” dan berproses intens di kamar kecil milik kita (bebas merdeka) menjadi karya yang terrangkai sesuai dengan interpretasi fungsi dan karakternya dan mempunyai kemampuan menggugah imajinasi rakyat, menjadi penting untuk diwujudkan. Tidak terbatas pada media , birokrasi pemikiran dan kemasan. Salut bagi penggerak kesenian yang telah menggagas dan mewujudkan keinginan berkarya dengan semangat membangun akar-akar perlawanan terhadap segala bentuk penindasan. Salut untuk KOMPENI. Salut untuk kesenian rakyat. Smoga kerja ini tetap bersambut.Jember3 Juni03
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar