Jumat, 18 Maret 2011

Benarkah tembakau Na oogts andalan petani ?



Kabupaten Jember dengan kondisi geografis dan keadaan tanah yang dimiliki memungkinkan untuk pengembangan produksi komoditas tembakau Na Oogts (cerutu). Terbukti sudah hampir satu abad berselang pola pertanian yang dilakukan selalu mengagendakan penanaman tembakau dalam salah satu musim tanamnya dalam setahun, baik dilakukan oleh petani secara perseorangan, perusahaan swasta pengekspor maupun sisi lain yaitu perusahaan BUMN PTPN X dan sebagian PTPN XII (aneka tanaman) yang mengandalkan tembakau Na Oogts (NO) sebagai produksinya.
Cerita pendahulu sejarahnya Jember dikarenakan tanah yang subur tersebut maka pada 1858 George Birnie, seorang Belanda, membuka lahan untuk penanaman besar-besaran tembakau Na Oogst (NO). Sebagai pemilik kapital, Birnie segera mengajukan ijin kepada pemerintah Hindia Belanda guna membuka Onderneeming (perusahaan perkebunan) tembakau di daerah Jenggawah (saat ini secara administratif terbagi menjadi tiga kecamatan yaitu kecamatan Jenggawah, kecamatan Rambipuji dan kecamatan Ajung, sembilan desa dan 36 padukuhan). Baru pada tahun 1870 melalui Agrarische Besluit (AB), Birnie mendapat hak erpacht atau hak sewa untuk perkebunan tembakau selama 75 tahun. Sedangkan pengelolaannya dipegang oleh badan hukum milik pemerintah yaitu Landbouw Matschappij Oud DJember (NV. LMOD). Perusahaan perkebunan partikelir, terutama dengan usaha tembakau memang telah menjadi “emas hijau” bagi pemodal bahkan jadi komoditas unggulan dengan sebutan si daun emas.
Dari sudut pandang ekonomi terlihat beberapa pemain dalam urusan produksi dan perdagangan tembakau NO. Hal ini berimplikasi pada pemetaan jaring-jaring ekonominya yang menjadi rumit untuk diurai karena bermainnya beberapa kepentingan yang masuk didalamnya. Kompetensi petani dalam produksi tentu saja akan berharap bahwa hasil panennya kelak menguntungkan, kesejahteraan diraih minimal dengan hitungan-hitungan matematis. Pada akhirnya bahwa petani memperoleh kemakmuran taraf hidupnya. Dan masih mampu “saving” menabung untuk menggagas masa depan menuju perbaikan-perbaikan baik keluarga maupun jejaring mata rantai kehidupan dilingkunganya.
Sedangkan pihak-pihak perusahaan baik swasta dan nasional akan selalu mengeksplorasi tembakau NO sebagai komoditas ekspor untuk kebutuhan pasar internasional. Pasar tembakau NO Jember merupakan salah satu dari Dua lainya Deli dan Klaten, produk yang dicari dan dijual oleh pasar-pasar dunia di Eropa, bahkan Amerika dan Canada (meskipun mulai mendapatkan kompetitor produk dari Africa). Kata kunci untung bagi pengusaha “perusahaan-perusahaan tembakau NO di Jember akan berpatokan pada hukum ekonomi” sebagai organisasi yang ketat, perusahaan akan menerapkan cara-cara apapun untuk mempertahankan keuntungan proses produksinya bahkan menggelembungkan akumulasi kapital. Dan pada mekanismenya akan berhubungan dengan kepentingan petani, sehingga dimungkinkan terjadinya bagi-bagi keuntungan dengan kaidah keadilan.
Dalam pemetaan awal mengenai permasalahan petani tembakau NO yang berhadapan dengan kepentingan perusahaan pengekspor tembakau NO, pemicu awal dan selalu dihadirkan dipermukaan adalah tentang kondisi perdagangan yang berakibat munculnya isu “fluktuasi harga” yang dimainkan oleh kepentingan mata rantai perusahaan. Padahal masih banyak faktor-faktor lain yang lebih kental sebagai penyebab jatuhnya petani tembakau NO, dari mulai pra produksi, produksi dan pasca produksi. Tetapi lebih banyak terekspose hanya pasca produksinya saja, sehingga semakin menyudutkan petani pada ketidakpastian “menuju frustasi” dan pada kondisi seperti inilah perusahaan merasa diatas angin dan berkuasa menentukan serta mendesakkan keinginannya. Para pelaku produksi tembakau pernah terkondisi dan sama-sama merasakan kekwatiran yang sepertinya berhubungan ketika pemerintah menggoalkan Peraturan pemerintah nomor 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi kesehatan dan perubahannya PP no 38 tahun 2000 . Karena kekawatiran tersebut lahan tanam mungkin banyak yang dikurangi, sehingga harga tembakau NO di pasar Internasional menjadi naik dari sebelumnya 1 $ menjadi 2.5 $ ( 2 euro) dalam kisaran per kilogramnya.
Pengusahaan perkebunan tembakau NO oleh perusahaan-perusahaan di Jember pada kenyataan dilapangan memang sebuah investasi akumulasi kapital yang berjangka panjang dengan asumsi keberlangsungan produksi, penguasaan lahan-lahan produktif (land grabing: kasus tanah jenggawah), penyediaan sarana produksi serta kelengkapan prasarana yang dibutuhkan demi kelancaran proses produksi. Bila dilihat tata guna peruntukan lahan di Jember sejak awal Belanda masuk telah diset-up sebagai pemetaan wilayah perkebunan tanaman ekspor (penyedia bahan mentah untuk industri maju). Mulai dari pilihan penguasaan lahannya, sosiologi masyarakat didalamnya (urban) sebagai pilihan penyediaan buruh-buruh, bangunan-bangunan dam serta jaringan irigasi sebagai penyediaan kebutuhan air dalam proses produksi di perkebunan, begitu pula pengaturan kontroling produksi dengan segala kelengkapan organisasi yang ketat dimasing-masing wilayah penguasaan secara administrasi dan birokrasinya (bentuk negara-negara otonom kecil) yang secara tidak langsung merupakan bargaining position terhadap kepentingan kebijakan yang ada di lokal-lokal wilayah perkebunan di Jember. Prototypenya hanya meneruskan pola-pola lama penguasaan ala perkebunan kolonial Belanda di Indonesia pada waktu itu.
Antara tahun 2000 hingga 2004 harga tembakau NO mengalami masa-masa perbaikan menuju keemasan, nampaknya pasar dunia sangat membutuhkan asupan komoditas NO dari Jember. Dari data lapangan harga 2002 dek blad dan om blad untuk harga pasaran18-20 $/ Kg, untuk jenis filler 0,4-0,5 $/ kg . Para petani menganggap bahwa usaha perkebunan tembakau NO bisa diandalkan sebagai penopang kehidupan dan impianya. Tetapi pasca tahun itu mulai 2005-2007 justru semakin menurun. Bahkan banyak petani yang merugi, bahkan gulung tikar. Saat itu kerugian petani tembakau NO hampir 10 juta / Ha nya, dengan pathokan harga dari 3 juta menjadi 1.250.000/ kw. Meleset dari yang diperkirakan. Disamping tidak punya akses langsung pada pengusaha, petani juga mengalami gradasi informasi yang tidak valid tentang harga serta permainan mata rantai pengusaha di lapangan (blandang dan spekulan). Hal ini menambah keterpurukan petani tembakau NO di Jember. Lain halnya pengusaha perkebunan tembakau yang besar. Akses pasar sudah mereka kuasai dan terlibat dlam negosiasi harga komoditas tersebut.
Kondisi subyektif yang sudah tertata seperti ini nampaknya sungguh akan menyulitkan petani tembakau NO yang mengusahakan produksi secara perseorangan, posisinya hanya pelengkap “genep-genep” dalam perannya sebagai pemain di komoditas tembakau NO, dan secara obyektif perlawanan petani masih sebatas “mewarnai” yang sering terjadi sikap radikal petani yang terakumulasi “bakar gudang”, dan yang moderat memilih untuk tidak menanam tembakau (boikot), tidak ada upaya “perlawanan” yang terorganisir secara rapi. Disamping dipicu dengan konflik sengketa lahan Landreform antara petani dengan PTPN . Gudang atak tempat openan dimusim kemarau sering terbakar. Politik petani kasus sengketa dan petani produksi tembakau yang kalah dalam permainan harga berpadu satu kepentingan, waktu itu dikenal di desa-desa sekitar gudang atak yaitu politk limapuluh rupiah (detonator pemicu kebakaran gudang satu korek api kayu dengan obat sepotong nyamuk).Tokoh petani perjuangan tanah sengketa Jenggawah hampir tidak asing dengan istilah tersebut.
Produksi tembakau NO di Kabupaten Jember, Jawa Timur, menurun drastis hingga 75 persen. Alasan yang mengemuka karena cuaca yang tidak menentu, menyebabkan penurunan areal tanaman berkurang, dan membuat berkurang, dan membuat produksi semakin turun drastic. Alasan lain adalah menurunya jumlah areal tanam petani tembakau NO , mungkin karena menanam tembakau NO selain membutuhkan modal yang cukup besar, juga harganya yang sangat “unik” tidak menentu sangat bergantung dengan pialang tembakau di Bremen Jerman . da juga alas an yang sangat teknis tetapi seringkali menyebabkan menurunya nilai hasil produksi tembakau ini, terutama dalam perlakuan daun kebutuhan dekblad. Sebagai daun pembungkus cerutu secara fisik sangat diperhatikan , yaitu keutuhannya, kelenturannya dan panjang lebarnya. Kebanyakan daun hasil panen petani seringkali nampak tidak terkelola dengan baik (masih membutuhkan biaya perlakukan pasca panen). Akibatnya daun tembakau mengalami robek, terlipat dan warna daun terlalu coklat tua dan cenderung hitam, sehingga turun nilai jualnya.
Menurut pengamatan Sukani sekretaris PPTJ (Paguyuban Petani Tembakau Jember) yang berafiliasi dengan SEKTI Jember , tahun ini luas lahan tembakau No hanya berkisar antara 1000-1200 hektar. Sehingga dapat diperkirakan produksi tembakaunya juga makin kecil, yakni 2500 ton atau sekitar 25 persen dibanding tahun sebelumnya. Padahal biasanya jumlah tembakau kualitas ekspor itu bisa mencapai 12 ribu ton atau 130 ribu ball tiap kali panen. Anggota PPTJ memang tidak diharuskan tanam tembakau, dan sudah banyak dari mereka yang beralih dari tembakau ke tanaman produksi lainnya terutama padi dan hortikultura, di wilayah selatan jember kebanyakan petani merasakan kerugian ketika musim tembakau baik tanam jenis temabakau H8 maupun NO.
Dari pengamatan yang dilakukan PPTJ dari dialog dengan petani di wilayah selatan Jember (ambulu dan wuluhan) , akibat panen musim lalu yang merosot harga jualnya petani jadi mengurangi areal tanamnya. Apalagi masih ada isu-isu bahwa iklim dimusim tanam sekarang ini tidak menentu, justru malah akan berakibat rusaknya tanaman tembakau NO. Akibatnya ekspor tembakau NO menurun karena secara kuantitas areal berkurang. Petani merasakan bahwa piohak pemerintah dan eksportir tidak ada yang peduli pada keterpurukan nasib petani. Hal ini yang menjadikan para petani tembakau NO di Jember mengalami keraguan , sudah tiga tahun ini mengalami kerugian. Iklim yang rusak membuat mutu dan kualitas tembakau rendah dan penurunan kuantitas membuat eksportir tembakau ragu-ragu membeli ke petani.
Padahal harga tembakau saat ini melambung tinggi, tetapi ketersediaan tembakau tidak mampu memenuhi kualitas yang diinginkan oleh pasar di eropa. Pengamatan agus ardiansyah ketua PPTJ, menurunya stock NO di perusahaan eksportir tembakau Jember karena penurunan produksi tembakau ini disebabkan karena banyak petani mengalami gagal panen. Walaupun ada yang berhasil panen kualitasnya sangat rendah. Bahkan untuk tembakau kualitas baik yang berguna sebagai bahan pembalut (dekblad) dan pembungkus (omblad) cerutu, sangat sedikit yang masuk gudang tembakau. Musim 2009-2010 ini jumlah tanaman tembakau yang mati tahun ini mencapai 40 hingga 60 persen. Sedangkan tembakau yang masih hidup karena tidak sesuai kualitas yang dibutuhkan pasar, tentu saja harganya turun. Informasi pasar menyebutkan harga tembakau BesNO, tembakau Besuki Na Oogst Tanam Awal (BESNOTA) saat ini, paling mahal Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu per kilogram, atau sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per kwintal. Harga ini mengalami penurunan dari tahun 2009 kemarin, harganya bisa mencapai Rp. 5 juta per kwintal.

Abdus Setiawan ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) pada waktu lalu menyatakan , perubahan iklim menjadi penyebab utama menurunnya minat petani menanam tembakau BesNo. Petani gagal beradaptasi dengan beperubahan iklim yang membuat perawatan tembakau BesNo menjadi lebih sulit. Akibatnya, kualitas hasil panen petani menurun. Pedagang pun membelinya dengan harga rendah. Petani dirugikan karena hasil penjualan panen tidak sebanding dengan biaya produksi. Sudah seharusnya pemerintah Kabupaten Jember membuat disain guna menyelamatkan petani tembakau BesNo dari kerugian di tiga musim terakhir ini. Apakah perlu perbaikan jejaring pasar dunia, ataukah pembinaan petani yang lebih intensif ataukah justru kebijakan pemerintahnya (perda) yang perlu di sesuaikan dengan jaman yang sudah mulai menuntut perubahan.

Minimnya pengetahuan terkait perubahan iklim tersebut, dikombinasikan dengan lemahnya permodalan membuat petani, alih-alih belajar beradaptasi, malah beralih menanam tembakau Vor-Oogst atau komoditas lain yang lebih tahan menghadapi perubahan musim. Hal ini, disebabkan karena keberhasilan usaha tembakau BesNo banyak dipengaruhi oleh faktor cuaca, baik pada saat pengelolaan di lahan maupun pasca panen, selebihnya adalah masalah informasi pasar yang berefek pada matarantai perdaganganya.

Kabupaten Jember memproduksi dua jenis tembakau, yaitu tembakau untuk bahan baku cerutu, terdiri dari tembakau BesNO), tembakau BESNOTA, dan Tembakau Bawah Naungan (TBN), untuk bahan cerutu. Selain itu juga tembakau untuk bahan baku rokok, seperti tembakau Kasturi, tembakau Rajang dan White Burley.
Kebutuhan pembiayaan produksi NO per Hektar mencapai 40 juta, sedangkan hasilnya sekitar 2.5 ton kering. Mengenai harga jual di tahun 2009-2010 hanya mencapai angka berkisar antara 5-10 euro per kg nya untuk filleran, sedangkan dek dan omblaad nya hanya menghasilkan antara 3 juta sampai 4 juta (30 % dari produksi daun atas yang kualitas baik). Perkiraan harga saat ini 2010 harga 30-34 euro per kg nya dekblad kualitas baik
Perusahaan produsen dan eksportir tembakau di jember, nampaknya harus mulai melihat sisi kemampuan produksinya, jika tidak ditopang petani sebagai mityra kerjanya. Maka tidak akan mampu menopang permintaan pasar dunia mengenai penyediaan tembakau NO dari Jember. Banyak sekali pemain tembakau NO, tetapi mereka hanya inten dengan kepentingan kontrak dengan buyers nya semata, tanpa peduli nasib petani sekitarnya. Perusahaan ini antara lain, PT.Tempurejo (TBN), PTPN X (TBN), PTPN XII (TBN), PT. Taruna Tani Nusantara (TBN), PT.Restu Bumi persada (TBN), PT Ledok Ombo (TBN), PT Pandusata , PT Gading Mas, PT Mangli Djaya, PT. Sadhana (Rajangan), PT. BAT Indonesia (Virgin), besuki NO (petani). Perkiraan total areal yang ditanami tembakau : 18,30 % atau 20.834 ha dari areal pertanian di Jember , angka segitu dalam kurun waktu 2003-2009 kemarin masih mengalami kekurangan pemenuhan permintaan pasar dunia. Sehingga perlu diatur pola kemitraan yang lebih adil dalam peraturan pertembakauan di Jember. Mungkin perlu merevisi perda dan menyesuaikan dengan perkembangan jaman sekarang ini. Iwan ‘Ndut Kusuma , petani yang seniman, pemerhati tembakau Na Oogts , pendamping PPTJ. Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar