suatu masa akan datang arus deras tuntutan rakyat membalik paradigma kekuasaan
Kamis, 17 Maret 2011
DAULAT PETANI KUASAI SUMBER – SUMBER AGRARIA
*
Negara dibangun bukan sebagai lembaga yang memiliki seluruh tanah air, tetapi mengelola dan mengatur berdasarkan amanat rakyat demi kesejahteraan orang banyak . Dan negara bukan hanya dimiliki atau di kuasai oleh segelintir konglomerat saja . Jika negara dimiliki oleh segelintir orang saja maka akibatnya kemiskinan melanda sebagian besar rakyat Indonesia. Sebagian besar rakyat Indonesia hidup di pedesaan dengan mata pencaharian petani. Meski arah pembangunan berbasis agraris pertanian tetapi justru akses kemakmuran bagi petani sangat terbatas. Perampasan alat produksi tanah atau lahan garap sebagai modal utama dalam proses produksi semakin tidak terkendali dan dilibas oleh kekuatan kapital yang besar. Hal inilah yang disebut dengan pemiskinan structural, bahwa pemerintah atas nama Negara mempersempit akses setiap warga negaranya dalam mengakses kesejahteraan dan hidup layak.
Pemiskinan dan dasar masalah kemiskinan disektor pertanian adalah masalah penguasaan alat produksi pertanian oleh petani, yang tidak pernah menjadi prioritas penyelesaiannnya. Sehingga penguasaan atas tanah garap petani diabaikan oleh negara dan tidak dianggap sebagai faktor utama menuju kesejahteraan petani. Terutama dalam ketersediaan pangan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Sementara konsolidasi lahan yang dilakukan oleh perusahaan besar untuk kepentingan perkebunan (monokultur), agribisnis, Hak Pengelolaan Hutan, industri-industri besar, pabrik-pabrik Multi National Corporation (MNC) dan Trans National Corporation (TNC) yang justru menempatkan rakyat menjadi buruh malah difasilitasi oleh negara. Disisi lainnya tindak kekerasan yang dilakukan oleh alat-alat negara oleh petani yang mencoba memperjuangkan hak-hak atas tanah mereka, sampai terjadi bentrok fisik bahkan kematian karena mempertahankan tanahnya
Negara beleum seratus persen melindungi hak rakyatnya. Perlindungan hak-hak petani, dan langkah implementatif penghargaan kepada petani sebagai subyek pelaku ketersediaan pangan bagi kehidupan sekitarnya (kekuasaan memilih dan menentukan benih, jaminan pemasaran hasil produksi pertanian atas jaringan perdagangan yang monopolistik, penguasaan teknologi pertanian yang tepat kebutuhan dan penggunaannya). Sementara diera perdagangan bebas, produk-produk dari negara kaya bisa secara bebas masuk ke negara-negara miskin,sebagaimana diatur oleh WTO (World Trade Organization;organisasi perdagangan dunia) yang anggotanya lebih dari 100 negara termasuk Indonesia. Ada banyak perjanjian di WTO, salah satunya di bidang pertanian (AOA : Agrrement on Agriculture atau Kesepakatan dibidang pertanian), lalu apakah hal ini akan mengancam petani kita? Dampak yang merugikan petani, terutama A, penghapusan subsidi ekspor, jika dulu pemerintah Indonesia memberikan subsidi untuk ekspor produk pertanian tetapi kini harus dikurangi. Sementara produk negara kaya melakukan subsidi ekspor melalui subsidi domestik di negaranya.; B, penghapusan subsidi domestik bagi petani, pupuk menjadi mahal. Bahwa negara maju justru meningkatkan subsidi untuk petaninya, bahkan membayar secara langsung 40% (1999) siasat kesepakatan mengurangi subsidi yang dilakukan negara kaya.; C, akses pasar melalui tarif impor, pajak impor dinegara bekembang sudah kecil apalagi nanti pada 2012 pasar bebas Asia tanpa pajak (nol persen), dibanding pajak ekspor dinegara kaya bisa mencapai 300%. Artinya akan memudahkan membanjirnya produk impor yang akan melibas produk lokal(apel Malang bisa menjadi lebih mahal dari apel merah Amerika atau harga gula dan beras lokal lebih mahal dari yang di impor dari luar negeri, padi atau beras justru mahal di negri sendiri daripada beras impor). Yang semua kesepakatan WTO ini tidak bisa ditawar-tawar dengan berbagai alasan oleh negara miskin seperti Indonesia. Apalagi secara beruntun juga IMF dan World Bank hadir menawarkan hutang (Januari 1998) dengan syarat-syarat pemerintah Indonesia harus menurunkan pajak impor gula, beras, gandum dan bawang putih. Betapa malang nasib petani kita yang tidak bisa bertahan pasti gulung tikar dan lari menjadi TKI/ TKW ke luar negeri, karena lahan pertaniannya sulit untuk diharapkan.
Turunan dari tekanan WTO tentu saja mempengaruhi kebijakan politik dan pemerintahan ini, bagaimanapun negara semakin dilemahkan, sehingga kebijakan yang dihasilkannya pasti akan memfasilitasi kepentingan perusahaan-perusahaan besar yang berada di negara-negara maju. Banyak bukti munculnya Undang-Undang, peraturan lainnya yang posisinya memojokan dan merugikan bagi kehidupan petani dan lingkunganya, misalnya UUPVT no: 29 th 2000 (undang-undang perlindungan varietas tanaman) yang diperkuat dengan UU no: 14 (undang-undang hak paten) yang melarang pada siapapun untuk mengadakan pemulian benih, dan barang siapapun petani mengunakan varietas tersebut akan dikenakan sangsi. Adalagi produk kebijakan tentang spekulasi yang mengorbankan petani SK no: 107 th 2000 Mentri Pertanian, tentang uji coba terbatas (5000 ha) untuk kapas transgenik produk dari Monsanto (perusahaan benih multinasional) dan ujicoba yang terselubung benih jagung transgenik. Ini mengancam karena memang belum teruji akan dampak dan efek buruknya terhadap benih lokal milik petani.
**
Akan sulit diimpikan bila petani berharap pada kebaikan budi pemerintahan negara Indonesia tercinta ini, selama posisi-posisi kunci masih didominasi oleh kepentingan-kepentingan oleh segelintir kaum elite. Elite politik yang korup, konglomerat yang menguasai secara monoplistik perdagangan dan mendominasi sektor riil, para intelektual yang melacurkan ilmu pengetahuan untuk kepentingan sesaat serta elemen-elemen masyarakat feodal yang sesat pikir nampaknya telah berkolaborasi menjadi senyawa baru sebagai penindas rakyat.
Tiada pilihan lain bagi petani untuk segera merapatkan barisan dan menguatkan organ kelembagaan petani sehingga mampu menyusun kawan sekutu strategis untuk mempersiapkan perlawanan terhadap semua usaha-usaha “sabotase” terhadap kekuatan perjuangan gerakan tani. Menjadi wajib bagi gerakan tani untuk bertumpu pada sikap perjuangan organisasi tani dalam perebutan hak-hak kedaulatan petani. Adanya gerakan kultural yang diyakini organisasi-organisasi petani untuk melawan produk globalisasi, melawan ketidak adilan dalam perdagangan, melawan dominasi kapital oleh negara-negara kaya, melawan penguasaan teknologi demi keuntungan segelintir orang, melawan usaha-usaha kerusakan lingkungan yang memutus mata rantai kehidupan.
Pengusahaan ketersediaan pangan secara mandiri dan berkelanjutan dengan bentukan pola tradisi pertanian (nalar teknologi sederhana tepat guna dan naluri kearifan local petani). Dengan pola tradisional semacam ini relasi antar ekosistem dengan model pengelolaan yang tidak merusak atau melanggar tata ekologi (alam) maka muncul keniscayaan ketersediaan pangan cukup. Tidak menggantungkan input dari luar (pupuk, pestisida, benih dan racun teknologi) dalam proses produksi dan pasca produksi pertanian. Mengembangkan kepercayaan untum mencintai perkembangan budaya dan tradisi dalam membangun lokal karakter masyarakat. Menjaga keseimbangan ekosistem dan mata rantai kehidupan pertanian, memperkuat institusi-institusi pedesaan .Semua itu mulai tereduksi sejak tradisi pertanian di pedesan petani mulai terusik oleh desakan relasi kepentingan akumulasi ekonomi perseorangan sampai korporasi internasional yang memporak – porandakan relasi ekosistem. Ekosistem itu dulunya saling berkait dan simbiose kini berubah pemaknaannya menjadi ketergantungan yang mutlak, (Revolusi Hijau : 1970 an, di Indonesia dimotori IPB) oleh kebijakan yang mengacu pada filosofi produktifitas semata. Program pelemahan kemandirian petani ini dijalankan dengan kekerasan.
Penataan produksi dan tata guna tanah yang dilegalkan menjadi kebijakan mengancam ketersediaan pangan di Indonesia, lahan-lahan yang beralih fungsi menjadi penyediaan fasilitas pembangunan industri yang eksploitatif terhadap konsolidasi lahan pertanian di desa-desa (sub urban). Terjadi fragmentasi antar kelompok tani, membuat perpecahan dalam kesatuan aksinya. Petani disiapkan untuk menjadi kader-kader yang pragmatis, sampai dengan melepaskan lahan produksinya (karena dianggap produksi pertanian tidak menguntungkan lagi) . Hal ini perlu disikapi dengan kekuatan organisasi petani yang terorganisir dengan baik dan rapi sehinga akan membentuk aliansi/ koalisi masyarakat sipil yang kritis. Sekarang bukanlah tidak mungkin membentuk jaringan solidaritas kekuatan masyarakat sipil, dibeberapa wilayah tanah air telah banyak bermunculan pengorganisasian ormas-ormas. Betapapun tidak bisa dinafikan keberadaannya, penguatan akan terus menerus terjadi selama mereka merasakan penindasan terhadap kaumnya. Bersatulah kaum tani seluruh Indonesia, galang kekuatan rebut kedaulatan petani. naskah untuk tajuk majalah Berita massa sd inpers jember, Ende kusuma pekerja seni, penggerak pola pertanian organic jember.2003
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar