Bambu merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh dan mudah penanamannya, mudah perawatannya dan cepat digunakan hasilnya.Ragam bambu berkait dengan keberagaman fungsi dan kegunaan. Beragam benda dan barang dapat dibuat dari bambu, mulai dari perlengkapan rumah peralatan ritual, pertanian, berburu hingga barang-barang peralatan rumah tangga dan dapur. Bahkan tumbuhan ini telah menjadi penanda khas yang tak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan warga.
Tidak hanya secara pragmatis, fungsi bambu ternyata terbukti juga terkait dengan satu sistem kemasyarakatan, sistem keyakinan (mitologi) dan memiliki spirit sejarah perlawanan sebagai dimensi komitmen kerakyatan (masa perang kemerdekaan).
Di tempat tumbuhnya, pohon bambu menjadi tempat berkembang biak yang aman berbagai komunitas satwa yang sangat beragam. Jadi cukup beralasan bila bambu sangat dibutuhkan keberadaannya. Oleh karenanya, penanaman, keberagaman, pemeliharaan, pemanfaatan serta kesinambungan keberadaannya menjadi hal yang melekat dalam pola perilaku warga baik secara individu maupun kelompok sebagai warga satu komunitas.
Eksklusifitas pemaknaan bambu sebagai barang jadi, mempunyai kecende rungan berorientasi pasar saja (ekonomis), baik dalam hal pembinaan, arus informasi maupun jaringan pemasaran dan per modalannya. Hal ini berakibat pada perubahan perilaku warga pendukung identitas lokal bambu ini. Warga akhirnya cenderung berusaha menyesuaikan diri pada suatu standar fungsional mono polistik tersebut. Standar-standar tersebut tidak mengacu kepada kebutuhan dan sistem keyakinan warga sendiri dengan bentuk kreasi yang beragam.
Bambu merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh di berbagai wilayah Indonesia dengan keragaman jenis, diperkirakan terdapat 125 jenis bambu. Dibandingkan dengan tanaman lainnya bambu memiliki berbagai kelebihan. Diantaranya adalah mudah penanamannya, mudah perawatannya dan cepat digunakan hasilnya.
Keberagaman jenis bambu juga berkait dengan keberagaman fungsi dan kegunaan. Beragam benda dan barang dapat dibuat dari bambu, mulai dari perlengkapan rumah peralatan ritual, pertanian, berburu hingga barang-barang peralatan rumah tangga dan dapur. Bahkan tumbuhan ini telah menjadi penanda khas yang tak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan warga.
Secara geografis, wilayah-wilayah perbatasan perkampungan dibatasi dengan jajaran tumbuhan bambu (barongan). Dalam kerangka ini, secara pragmatis fungsi-onal, barongan pohon bambu tersebut juga berguna sebagai barikade hidup keamanan kampung atau desa secara kolektif. Disamping itu, jajaran bambu tersebut juga memberikan bunyi-bunyi yang menguat kan alam kampung. (angklung, seruling)
Tidak hanya secara pragmatis, fungsi bambu ternyata terbukti juga terkait dengan satu sistem kemasyarakatan, sistem keyakinan (mitologi) dan memiliki spirit sejarah perlawanan sebagai dimensi komitmen kerakyatan (masa perang kemerdekaan).
Di tempat tumbuhnya, pohon bambu menjadi tempat berkembang biak yang aman berbagai komunitas satwa yang sangat beragam. Jadi cukup beralasan bila bambu sangat dibutuhkan keberadaannya. Oleh karenanya, penanaman, keberagaman, pemeliharaan, pemanfaatan serta kesinambungan keberadaannya menjadi hal yang melekat dalam pola perilaku warga baik secara individu maupun kelompok sebagai warga satu komunitas.
Arus besar yang berlangsung kini perlahan-lahan mulai menggerus dan mempersempit wilayah pemaknaan identitas lokal bambu ini. Wilayah pemaknaan hanya dalam batas ranah fungsional (barang jadi) penggunaan saja dan lebih dekat dengan penghargaan secara ekonomis (uang).
Dalam batas-batas inipun potensi kreasi pemanfaatan warga seringkali, dieksplotir kearah standar mutu sebagai produk yang identik dengan uangisasi. Ikatan kompleks hubungan antara warga dan bambu disederhana kan dan diformulasikan dengan istilah produk kerajinan unggulan.
Eksklusifitas pemaknaan bambu sebagai barang jadi, mempunyai kecenderungan berorientasi pasar saja (ekonomis), baik dalam hal pembinaan, arus informasi maupun jaringan pemasaran dan per modalannya. Hal ini berakibat pada perubahan perilaku warga pendukung identitas lokal bambu ini. Warga akhirnya cenderung berusaha menyesuaikan diri pada suatu standar fungsional mono polistik tersebut. Standar-standar tersebut tidak mengacu kepada kebutuhan dan sistem keyakinan warga sendiri dengan bentuk kreasi yang beragam.
Dari pandangan diatas bahwa masyarakat telah mengalami perubahan memaknai bambu dengan atau tanpa kesadaran dalam pemanfaatannya,sehingga untuk mencoba menbudidayakannya pun seakan-akan bukan hal yang penting. Kemudian dampak negatifnya adalah bambu menjadi komoditi yang bebas untuk dihabiskan karena mempunyai makna komersialisasi akibatnya ragam bambu semakin terbatas. Masyarakat pedesaan terutama petani sangat mengandalkan bambu pada proses produksi maupun pasca produksinya, bagaimana jika bambu itu menghilang dari lingkungan pedesaan.sudahkah kita belajar untuk membudidayakanya....bambooo selalu dihati..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar