Bahan diskusi urban art di komunitas Sindikat Jember
Pengaruh budaya perkotaan yang berhubungan dengan bahasa yang dipergunakan di masyarakat sebagai subyek pelaku berbahasa, terutama untuk alat komunikasi dan interaksi sosial, telah banyak di kemas dengan sajian media komunikasi. Jika tak terimbangi maka muncul karena problematic kota. Masyarakat urban adalah masyarakat diarea kota yang terpinggirkan akan menjadi komunitas marginal. Sementara masyarakat urban adalah masy yang didorong oleh keinginan harus dipenuhinya kebutuhan kehidupan yang penting , jika komunitas marginal ini sangat sulit bertahan dalam wacananya sering disebut kemiskinan urban yang marginal diarea perkotaan.
Masyarakat ini dihasilkan oleh daya tarik industri dan komersialisasi di perkotaan, ketika mereka gagal maka mereka akan menyandang predikat masyarakat marginal. Marginal selalu diidentikan dengan kemiskinan. Biasanya mereka miskin secara ekonomi, kesehatan, pendidikan dan pemenuhan rasa aman (bayang-bayang hidup illegal). Jadi problem pokoknya adalah uang (ekonomi) dan legalitas (resmi) sehingga menyebabkan aktifitas diluar sistem sebagai pertahanannya, pilihan yang muncul adalah aktifitas informal. Bahwa aktifitas informal seringkali berhadapan dengan sistem legal setiap harinya maka semakin lama menjalani hidupnya komunitas marginal ini menjadi lebih kreatif. Bahkan lapangan kerja yang hampir tidak pernah terpikir oleh sistem legal justru menjadi hidup dan menyerap ketenagakerjaan diantara mereka. Meanstream pragmatisnya pemenuhan sandang, pangan dan papan, adanya lapangan sosial baru dan ruang hidup yang aman dari ancaman, ini sudah hampir sama dengan pola hidup masyarakat kota lainnya, meski dalam pencariannya seringkali mereka tempuh secara ”illegal” menurut pandangan umum dominasi sistem legal di kota. Komunitas marginal tentusaja dalam membentuk koloninya akan terdapat sistem yang mereka yakini sebagai sistem sosial diantara mereka, meski tetap saja terdapat stratifikasi klas didalamnya. Tapi selama mereka merasa nayaman dan tidak protes tentu tetap akan berlangsung sistem sosial tersebut. Tetapi jika sudah tidak terjadi kecocokan maka akan terjadi ”perang” internal komunitas, atau memilih keluar dan mencari ”ruang baru” meski sama-sama ”illegalnya”. Bahkan lebih dinamis gesekan yang terjadi dalam komunitas masyarakat marginal perkotaan ini. Apalagi urusan perut pasti akan lebih vulgar perlawanannya.
Pendekatan Sosiolinguistik, merupakan kajian sosiologis yang berdekatan dengan pengamatan masyarakat urban, mengenai daya tahan hidup dan menjelma menjadi komunitas marginal perkotaan (hitoris rural displaced) yang berkomunikasi dan interaksi menggunakan kebahasaan tersebut ternyata mereka mampu membentuk realitas budaya urban diarea kota. Mungkin belum ada kajian yang secara positif mengarah pada kedirian subyek orang-orang marginal perkotaan, bahwa mereka justru mampu melakukan perlawanan, perubahan dan keterbukaan secara konkrit setelah mereka berhadapan dengan industrialisasi dan komersialisasi kota. Karena di perdesaan tidak ditemui gesekan semacam ini, jadi perubahan di desa menjadi sangat lamban. Perubahan kota secara sosiologis biasanya didukung oleh suasana terbuka, masyarakat yang terdidik serta kemajuan ilmu dan teknologi (non ethis) yang secara komulatif disodorkan dengan cara-cara persuaisif (terus menerus) via media apasaja. Dengan tujuan untuk mendekatkan dengan irama industrialisasi dan komersialisasi pada konsumennya di area perkotaan serta membuat mimpi-mimpi baru bagi masyarakat di perdesaan.
Lalu pertanyaan berikutnya adalah apakah kota Jember sudah demikian metropolitannya ? ini yang selalu membuat ragu para pengamat sosiologi perkotaan. Pernah pada suatu saat (1995) seorang aktifis SAMIN Yogya (sekretariat anak merdeka) pendampingan anak jalanan mengatakan bahwa Jember masih belum bisa dikatagorikan metropolitan, jadi sangat tidak mungkin ada anak jalanan, perlawanan kaum marginal dan komunitas miskin kota. Tetapi pada perkembangannya Jember demikian cepat menjelma bagaikan kota metropolis kecil yang sudah mencukupi syarat-syarat perkotaan dan sudah banyak menghasilkan aktifitas informal yang muncul dari komunitas marginal perkotaan, mulai dari merebaknya PKL, stokist barang bekas pemulung, anak jalanan, pengamen di lampu-lampu merah, mulai ada kemacetan dibeberapa ruas jalan pada waktu tertentu, kejahatan dengan frekuensi meningkat, pengangguran, perlawanan penggusuran pasar, kehidupan malam yang menggeliat terasa mengadakan perlawanan kecil-kecil terhadap dominasi sistem legal di kota Jember ini. Tak luput dari pengamatan adanya perkembangan komunitas punk, pilihan karir musisi via grup band indie, corang moreng anti kemapanan dari graffiti di tembok-tembok kota, ekspresi seniman muda yang menonjolkan kebebasan dan perlawanan via seni desain grafis baik terlihat dari karya seni maupun perilaku keseharian, sehingga menampakan dinamika seni di kota Jember.
Membahas topik Urban art jadi teringat bentuk ekspresif buruh yaitu terbitan Jurnal Boemi Poetra yang bertujuan membangun tradisi sastra sebagai sarana perjuangan nasib buruh, meski tidak sedahsyat aksi mogok. Sejak 1995 telah lahir penyair-penyair buruh dengan beberapa naskahnya bersanding dengan penyair-penyair di Jurnal Kalam maupun Horison. Bahkan dalam polemiknya mereka sering menyentil komunitas Utan Kayu dan Dewan kesenian Jakarta yang masih berkutat dan mengagungkan standar estetik karya. Kesadaran akan pentingnya makna perlawanan buruh, membuat mereka selalu menekankan pentingnya solidaritas, perlawanan pada ketidakadilan yang menimbulkan kesenjangan, perampasan hak buruh yang dilakukan pemodal dan mengkritik elite politik yang tidak pernah menyusun kebijakan yang berpihak pada buruh. Nyata, konkrit dan sangat realistis masalah yang dihadapi para buruh tersebut. Bahwa Jurnal sastra buruh sudah seharusnya menjadi pencerahan ” kejelasan sikap setelah mengapresiasi informasi”, terutama para buruh dan masyarakat lainnya.
Membaca Sindikat hari ini, sama halnya melihat karya seni desain grafis dengan kecenderungan eksplorasi ekspresi kebebasan, pedidikan kritis, sindiran dan permasalahan masyarakat urban serta mimpi dan harapan-harapannya yang dikemas secara persuasif. Karya desain ini mencoba untuk membuka cakrawala masyarakat kota dan problematikanya. Mungkin karena kesadaran sebagai masyarakat urban ? atau hanya sekedar sebagai simpatisan yang meneropong masyarakat urban masih belum nampak jelas benar dalam perwujudan karyanya. Polemik pertambangan dan masalah lingkungan, penegakan hukum, korupsi,sikap terhadap pariwisata, nasib buruh perkebunan, sikap eksekutif dan legislatif terhadap kasus rakyat, penggunaan kompor gas (konversi), pelayanan ruang publik, serta penciptaan promo untuk karya seni tradisi, carut marut pengaturan transportasi, penyikapan terhadap media audio visual (TV), masalah saprodi pertanian dan banyak topik yang masih belum tereksplorasi yang akan muncul dalam ruang pamer setelah ini. Dan mampu mengajak berinteraksi dengan massa urban secara lebih dekat lagi, tentu saja dengan setup ruang pamer interaktif.
Tapi jika dilihat dari pemunculan eksistensi berkesenian, nampak juga gejala meanstream pragmatis dari komunitas urban yaitu dengan membangun interaksi sosial dengan masyarakat urban, membuka lapangan sosial ”baru” pekerjaan yang menghasilkan nilai ekonomis, penyikapan perubahan terhadap aspek ketertindasan masa lalu dan berusaha menciptakan ruang hidup komunitasnya . Maka tak lain yang dapat terucap hanya selamat atas kelahiran Komunitas Sindikat Jember, semoga selalu mampu survival di area urban dalam keadaan seminim mungkin dukungan dari luar.Bahwa Jember adalah lahan yang cukup potensial bagi kegiatan seni terutama desain seni grafis (red: langka ndek jember) sekaligus memajukan daya apresiasi masyarakat terhadap gejala sosial dengan karya-karya yang disodorkan diwaktu-waktu akan datang. Selamat berinteraksi dengan masyarakat Jember. Selamat berjuang !
Iwan ’Ndut pekerja seni Jember , 23 Nov 2009
gak kroso wis mes setaun masss....koyone siklus pameran graphis di jember begitu yoo..yang aku kenal ada dedyho,khrisna,erik,inul sekarang apa masih "topo"..sukses ya msoga karya berikutne lebih dasyat...
BalasHapussalam
sumo