Selasa, 21 Juni 2011

pesona rawa-rawa Jember

Rawa-rawa penuh inspirasi
Jember dengan seribu rawa
KURAWA kumpulan rawa-rawa di selatan
Negeri Kurawa selatan, selatan kuru ?
rawa bagian dari pengendapan dunia tanahair
mengubahnya menjadi kesan sumber oase
ditengah kekeringan ekspresi budaya air
aku disini menjadi saksi
saksi akan potensimu, dayatarikmu,pesonamu
kau adalah sumber-sumber agraria yang terserakkan
Kendala dalam pengembangan pesona pariwisata rawa ”kampung seni Kurorawa” ini adalah pertama; struktur pemerintahan desa yang belum mampu menterjemahkan pesona wisata yang mampu dicreated, untuk bisa dijadikan pengembangan pendapatan masyarakatnya, sehingga program infrastruktur tersebut masih belum berhubungan secara nyata terhadap kepentingan kepariwisataan ; kedua, adalah kendala kultural yaitu budidaya pola pertanian yang masih terlalu mengandalkan asupan pupuk kimia sehingga menimbulkan ketergantungan masyarakat pada pupuk sangat tinggi. Akibatnya hasil panen tidak berimbang dengan pendapatan petani. Apalagi untuk tanaman cabe dan semangka, semacam spekulasi yang cukup lumayan (pada dua tahun sekarang ini) . Rata-rata petani gumukmas sebenarnya masih mempunyai budaya adat kebiasaan ritual pertanian, artinya kearifan lokal masih dipegang sebagai kebiasaan budidaya mereka (menarik sebagai obyek wisata jika kelak dikreasikan). Memang masyarakat dan pemerintahan desa mempunyai keinginan untuk menigkatkan pendapatan warganya di sekitar rawa tetapi masih belum memmpunyai solusi; ketiga, adanya status keberadaan rawa-rawa yang masih mempunyai kewenangan pengelolaan secara ganda, baik pemerintah daerah kabupaten jember yang berwenang mengelaola aset wilayah rawa tersebut. Sedangkan untuk urusan perlindungan satwa flora endemik dan konservasinya ada dalam kewenangan pihak BKSDA (balai konservasi dan sumber daya alam) Jember. ; Keempat. Adanya perencanaan tata ruang dan tata wilayah yang belum menyentuh keberadaan rawa-rawa di kabupaten Jember, sehingga masih terpadat perencanaan yang secara parsial-parsial yang justru kontra produktif terhadap konservasi rawa tersebut. Suatu misal adanya perencanaan eksploitasi tambang pasir besi di pantai selatan dengan kerjasama investasi, ada juga rencana proyek pengairan yang mencoba ”menyudet” rawa semacam kebutuhan drainase dimusim penghujan, ada juga program sektoral pertanian untuk memperluas areal pertanian disekitar rawa-rawa. Sementara perencanaan program tersebut belum menyentuh subyek masyarakat secara terpadu, karena fakta lapangan banyak masyaakat yang tidak pernah mengetahui akan adanya rencana-rencana yang akan dilakukan disekitar mereka.
Program ini sebenarnya masih pada tahap coba-coba yang dilakukan oleh kelompok masyarakat desa secara tentatif dan tidak terprogram secara terpadu, tetapi sudah merupakan kebiasaan masyarakat sekitar rawa. Kebiasaan itu antara lain;
Budidaya Padi rawa, adalah budidaya padi yang dilakukan dipinggir rawa-rawa dengan keunuikannya baik mulai dari awal tanam sampai panen (obyek wisata). Juga dari jenis padi yag ditanam varietas lama lokal (rojolele) padi dengan jenis tinggi cocok untuk kondisi rawa terutama musim penghujan (air rawa naik). Dalamnya juga terdapat ritual tradisi setempat. Tanaman musim kemaraunya adalah jagung hybrid (jagung lokal habis).
Pemancingan klub pemancing rawa, rawa kuro diwaktu hari sabtu dan minggu sangat ramai dikunjungi oleh para pemancing, terutama adalah pemancing yang ingin merasakan ”tarikan” khas ikan rawa, bisa nila, ikan melem, sidat oling, bergis, berkong,bethok ”ikan biru”, sepat atau mungkin ikan gabus.
Obyek fotografi rawa, panorama rawa dengan latar belakang gunung semeru menjadikan obyek sunrise yang sangat indah. Ada juga satwa khas rawa yaitu capung ”seset” adalah bagaian dari ekosistem rawa, semakin banyak capung berarti air di rawa adalah air yang jernih dan bersih. Satwa lainnya adalah burung cucak alis putih, merupakan satwa endemik rawa kuro. Sehingga dengan obyek yang khas tersebut nantinya akan dapat dijadikan semacam lomba fotografi.
Gethek, sudah biasa digunakan oleh masyarakat setempat maupun pemancing dari luar rawa untuk menyusuri rawa sambil mencari spot-spot ikan. Semacam alat transportasi air (perahu) tetapi masih terlalu sederhana dan kurang artistik.
Pengenalan situs candi, Candi deres (candi boto/ gumukmas) posisinya memang diluar desa Kepanjen , tepatnya di desa Gumukmas . Sementara situs hanya sekedar untuk diketahui saja, tanpa ada uraian lanjutan. Sehingga kurang dianggap sebagai pengetahuan penting (nilai pendidikan budaya ).Kunjungan masharakat hanya sekedarnya.
Dasar pandangan pentingnya penciptaan kawasan wisata rawa di wilayah pesisir selatan Jember (Gumukmas dan sekitarnya)
Penataan kawasan sudah semestinya melibatkan hubungan manusia dengan lingkungan yang menjadi pijakan eksistensinya, sehingga dalam hubungan struktural akan terwakili dalam konstruksi kesejarahan. Untuk memahami realitas sejarah secara lebih baik , dan nantinya diharapkan memberikan konstribusi dalam menjawab dinamika pemikiran kebudayaan dan permasalahan lingkungan yang akan muncul dikemudian hari. Untuk keperluan ini diperlukan kajian-kajian sejarah budaya yang mengintegrasikan perspektif lingkungan alam, manusia dan perkembangan fungsi manfaatnya. Memang merintis prespektif demikian ini akan melibatkan beberapa pihak dalam melakukan studi. Sejak 1992 sudah dimulai dengan kajian ekosistem rawa, analisa bencana tsunami, pola matapencaharian masyarakat nelayan dan pengamatan produksi hasil budidaya pertanian rawa. Sementara yang mengarah pada konstruk landscape masih pada tataran embrional dan beberapa kajian sejarah kebudayaan yang berhubungan dengan seni tradisi masyarakat setempat. Gambaran utuh nantinya dengan pendekatan perspektif lingkungan secara umum bergerak dalam wilayah garapan meliputi : 1). Lingkungan alamiah masa lampau , 2). Moda-moda produksi, 3). Persepsi nilai ideologi budaya lokal, semua dilakukan untuk mewarnai penataan ruang nantinya agar tidak terjadi perubahan yang akan pencerabut akar-akar tradisi masyarakat setempat. Tentusaja akan dikemas dalam garapan-garapan terencana dan konstruktif nuansa image lingkungan desa wisata.
Kajian sejarah di lingkungan desa disekitar Gumukmas sejauh ini dapat dikelompokkan dalam tiga tema utama yaitu :
1. Permasalahan lingkungan (problem-oriented perspective).
2. Perubahan lingkungan (environmental change prespective) dan
3. Nilai-nilai dan prilaku- prilaku kultural terhadap lingkungan (values and attitude to environment)
Di Gumukmas ( arti bebasnya gundukan emas, mungkin karena gundukan tersebut sama dengan gundukan padang pasir besi. Kemilaunya seperti keemasan) terdapat bukit-bukit pasir bagian selatan merupakan wilayah dengan kondisi geografis dataran dengan potensi kelautan, terutama tambak dan rawa-rawa, sebagian lahan pertanian . Bagian paling ujung selatan terdapat pasir pantai dengan view pulau Nusa Barong. Pantai disana juga merupakan pendaratan ikan yang sebagain lainnya mendaratkan ikannya di Pantai Puger sebelah timur dari Mayangan Gumukmas. Suhu panas pantai lebih dominan sehingga terasa panas dan uap air dari laut kadang masuk menjorok ke daratan terbawa angin laut.Tanaman khasnya adalah mangrove dan pandan laut dengan asumsi sementara untuk mencegah erupsi air laut ke darat yang akan menjadikan mata air dan sumur masyarakat terasa asinnya. Terdapat hulu sungai Bondoyudo yang bermuara di tanjung Pelindu.
Sedangkan muatan kebudayaan yang tepat disana adalah adanya situs purbakala yaitu peninggalan Raja Majapahit Hayamwuruk berupa reruntuhan candi. Yaitu candi Deres (candi boto). Empu Prapanca (kitab Negarakrtagama) menggambarkan kunjungan (1359) Raja Hayam Wuruk di Sadeng, melalui Kunir dan Basini, disana beliau menginap beberapa malam sambil menikmati keindahan alam diaderah sarampwan. Dari sadeng raja menuju kuta Bacok, terletak dipinggir laut. Asyik memandangi karang tersiram ombak yang terpencar seperti hujan (Nag. 22: 4-5).
Sadeng dapat diidentifikasikan dengan Puger, letaknya dipantai selatan didaerah Jember. Bukit sebelah timur desa Puger disebut gunung kapur, atau gunung Sadeng, sedangkan sampai sekarang didaerah tersebut masih terdapat dusun yang bernama Sadengan, letaknya disekitar pasar Grenden. Lagi pula sungai yang mengalir ke laut dari barat adalah sungai Kali Besini. Suatu pemukiman bernama Besini, dapat ditemukan dipinggir jalan disebelah barat desa Puger, kini ditandai oleh sebuah komplek makam China. Berdasarkan informasi tersebut diatas perjalanan raja ke Sadeng ditemukan kembali sebagai berikut :
Setelah bermalam disebelah timur muara sungai Bondoyudo (Rabut Lawang, didaerah Cakru Paseban ; nag 22) rombongan raja berjalan lurus ke timur dan menyeberangi Kali Besini disekitar Puger. Kemudian perjalanan diteruskan ke Puger. Jarak Cakru- Puger adalah 12 Km. Menurut sumber (Pigeaud) Rabut Lawang yang kini dikenal dengan Plawangan adalah merupakan ”pintu Masuk ” penguasa Kanjeng Ratu Laut Kidul masuk ke Pulau Jawa bagian timur. Terdapat acara penyambutan kedatangan Ratu laut Kidul di Paseban tiap tahunnya disebelah selatan Cakru (desa yang dikunjungi oleh Bujangga Manik , pengembara Sunda di tahun 1500 ; Noorduyn ”bujangga Manik journeys; 428). Sehubungan rute yang dilalui oleh Raja Hayam Wuruk sepanjang pantai selatan laut Jawa disinyalir garis pantai sudah mengalami kemajuan pesat dalam 6 abad terakhir akibat endapan yang terbawa oleh sungai Mujur dan Bondoyudo yang bersumber dilereng Gunung Semeru. Buktinya desa Tunjungan atau Patunjungan (nag; 22 : 1-2) berada di pingiir laut tetapi kini desa tunjungan berada jauh di pedalaman. Garis pantai telaj maju sekitar 4 km setelah kunjungan Raja Majapahit . Ada data cerita dari bambang cucu pinisepuh pelaku babad hutan Paseban , bahwa pada awal abad ke-20 beliau melakukan pembabatan hutan garis pantai masih 500 meter dari lokasi yang ia babat. Artinya juga terjadi perubahan lingkungan dan tradisi sampai sekarang masih dilakukan meskipun hanya permukaan yang dimengerti oleh masyarakat sekitar pantai selatan Jawa bagian timur ini.
Kini keadaan sekitar pantai selatan Jawa bagian timur di kabupaten Jember, misalnya daerah Puger, kemudian ke barat Gumukmas, Paseban terdapat proyek JLS (jalur lintas selatan), areal produksi perikanan tambak, komunitas nelayan dan beberapa rawa-rawa yang dijadikan budidaya padi rawa. Sedangkan untuk tanaman pandan, nyamplung dan bakau sudah mulai habis. Pasir pantai yang tergerus oleh daya abrasi arus laut. Pendangkalan hulu sungai Bondoyudo terutama dimuara tanjung Pelindu. Kawasan Pulau Nusa Barung, satwa penyu yang mulai sulit mencari sarang penyimpanan telurnya . Hal ini merupakan tantangan untuk mengadakan penataan ruang dan fungsi dengan perspektif sejarah lingkungannya sehingga dapat mendorong munculnya pemahaman tradisi dan kebudayaan dalam wujud produksi kesenian maupun penggalian peninggalan situs candi Gumukmas sebagai aset cagar budaya kabupaten Jember yang terserakan. Secara administrasi desa wilayah garap ini terbagi dalam dua desa yaitu Kepanjen, Mayangan dan Menampu Kecamatan Gumukmas. Perspektif yang secara substansial terpadu ini diharapkan akan mampu memberikan gambaran tentang wilayah produksi masyarakat setempat, kondisi lingkungan alam yang cukup membangun pedapatan secara ekonomis bagi masyarakat sekitarnya dan munculnya semangat dari masyarakat untuk mengkaji lebih dalam sejarah yang terdapat diwilayahnya agar pengetahuan tersebut sebagai daya tarik penelitian kebudayaan Indonesia serta dapat diwariskan untuk anak cucu kelak di kemudian hari.

Lanscape Planning Wisata Rawa desa Kepanjen” Kampung seni KURORAWA”
Gambaran lanscape dan wilayah garapan desa wisata dan perkampungan seni dengan perspektif konservasi lingkungan antara lain :
1. Workshop guide lokal, persiapan pemuda fasilitator pariwisata sebagai persiapan even tahunan JFC internasional
2. Saresehan multi pihak wisata rawa dan potensi obyek wisata pantai selatan, dipadu dengan BBJ (bulan berkunjung ke Jember)
3. Pusat Studi ekologi rawa tanah basah, komunitas pecinta alam Jawa Timur
4. Budidaya Padi dan jagung lokal hasil pertanian organik khas rawa , dipadu dengan program budidaya sorgum dan padi lokal organik
5. Wisata konservasi tentang komunitas dan ekosistem rawa Pulo, Jeni , Plumpung dan Kuro, dipadu dengan program riset pecinta alam konservasi
6. Home stay dan hallroom metting back to nature “terapung”, event karya wisata sekolah-sekolah
7. Caferesto apung nuansa dan makananan khas rawa, dipadu dengan produk kopi dan teh unggulan jember
8. Wisata susur hulu sungai Bondoyudo (sandar nelayan Mayangan), dipadu dengan produk klub sepeda onthel
9. Track Wisata hutan mangrove Tanjung pelindu , dipadu dengan program konservasi organisasi mahasiswa pecinta alam
10. Track sepeda pantai rute Rawa kuro – Nusa Barong, dipadu dengan group sepeda sehat
11. Track Susur Pantai Jejak Bujangga Manik Journeys Paseban- Puger , dipadu dengan penelitian napak tilas Negarakrtagama
12. Pusat pembenihan ikan khas rawa Kuro , dipadu dengan program perikanan air tawar dinas perikanan kabupaten jember
13. Galery kampung seni dengan produk seni kerajinan dan lukisan karya seniman desa kepanjen, dipadu dengan kegiatan organisasi mahasiswa kesenian
14. Workshop seni dan Panggung kesenian (lokal dan populer), dipadu dengan jaringan seniman jember dan aktivis mahasiswa kesenian UNEJ
15. Pengembangan teknologi pertanian tepat guna dengan kekuatan komunitas basis rawa , dipadu dengan kegiatan LSM yang konsen di bidang pengembangan pola organik

Kegiatan akan direncanakan secara bertahap dengan melibatkan masyarakat setempat. Dan didampingi oleh aktivis mahasiswa kesenian dan organisasi mahasiswa pecinta alam serta kerjasama dengan LSM lestari Alam (konservasi alam) dan pemerintah desa , BKSDA Jember, serta pihak yang mendukung penciptaan wahana desa wisata di sekitar pesisir selatan. Diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, perlindungan pelestarian ekologi rawa, obyek penelitian rawa tanah basah di jatim serta penciptaan kesadaran merawat potensi pesona wisata di Jember. Sehingga kelak Jember di wilayah selatan akan mampu menajdi daerah tujuan wisata baru yang mampu menarik kunjungan wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara .

Semua pihak dimungkinkan dapat memberikan kontribusi dalam penataan dan pengelolaan kawasan pesisir pantai selatan Jember terutama diwilayah desa wisata dan perkampungan seni yang berperspektif lingkungan. Adapun proposal perencanaan tersebut akan dapat terintegrasi dengan baik kalau didalamya terikat dalam uraian kerjasama kemitraan yang nantinya dibuat dengan kesepakatan bersama multi pihak. Untuk keperluan awal pihak-pihak akan ditawari untuk membentuk komite persiapannya, Harapan kami pihak UNEJ yang mempunyai kemampuan penyediaan akademisi dan fasilitas laboratoriumnya, pihak kantor pariwisata Pemerintah Kabupaten Jember, aktivis kesenian dan aktivis pecinta alam.Tidak terkecuali tokoh masyarakat desa Menampu dan Mayangan, kelompok nelayan, kelompok tani rawa, kelompok kerajinan mendong dan seni tradisi . Juga jaringan pemasaran tour dan travel, masyarakat pedidikan Jember serta masyarakat praktisi desain dan konstruksi. Dan pihak-pihak yang mempunyai wewenang dalam cagar budaya dan cagar alam, TNMB, Perhutani KPH Jember, BKSDA Jember. Dan dukungan lembaga secara nasional terutama Kementrian Pariwisata, lembaga BPN , Departemen Kelautan dan Perikanan , Kementerian PU, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan. Dan pihak-pihak yang terkait atau berminat pada perencanaan awal ini yang masih belum sempat kami munculkan, diharapkan apresiasinya.iwkbud2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar