suatu masa akan datang arus deras tuntutan rakyat membalik paradigma kekuasaan
Kamis, 30 Juni 2011
kurawa kurawa jember selatan
Informasi sekitar rawa-rawa Jember
Jember pernah mencapai predikat kota seribu gumuk (bukit-bukit kecil), dengan sekian kelebihan dan keuntungan pada pola pertaniannya kini semakin memudar karena terjadi banyaknya penggusuran. Gumuk sebagai bahan galian merupakan penghasil bebatuan yang potensial, termasuk didalam kandungannya adalah batu piring , koral batu pecahan dan pasir untuk bahan bangunan. Gumuk juga berfungsi sebagai penahan hempasan angin karena letak geografis Jember adalah di lembah diantara beberapa pegunungan. Sehingga hawa dingin turun dari pegunungan bersama angin akan menghasilkan embun yang sangat berguna di musim kering.
| Rawa Kuro adalah sebagian wilayah rawa dari kawasan kumpulan rawa-rawa Jember selatan, menyimpan potensi sumber air dan biodiversity tumbuhan serta satwanya. |
Biasanya di musim kering ini, saatnya tanaman tembakau di produksi oleh petani. Konversi lahan gumuk menjadi perumahan dan lahan pemukiman masyarakat, sudah mengalami trend yang cukup mengalami akselerasi yang cepat. Kini perdikat Jember kota seribu gumuk, telah sirna. Bahkan disinyalir beberapa tahun terakhir ini, kerusakan beberapa tanaman pangan dan hortikultura termasuk tembakau disebabkan salah satunya karena hilangnya gumuk-gumuk itu. Potensi pertanian yang bersahabat dengan keberadaan gumuk semakin terancam.
Potensi lainya adalah Jember dengan kemilaunya air dari kumpulan rawa-rawa. Bahwa kota Jember di bagian selatan merupakan kawasan rawa-rawa yang cukup potensial sebagai kekuatan kawasan pertanian tadah hujan dan lahan perikanan darat serta payau. Keberadaan rawa-rawa yang merupakan bentukan dari cekungan dataran karena peristiwa alam sehingga menjadi genangan yang tidak terdapat aliran pembuangan (drainase). Rawa-rawa di Jember merupakan kumpulan rawa yang tersebar letak lokasinya di wilayah pesisir pantai Jember selatan. Semacam ada dan tiada, keberadaan rawa-rawa di kawasan jember selatan ini. Ada karena faktanya terdapat genangan air dalam waktu lama atau permanen dengan segala ekosistemnya.
Dianggap tidak ada karena keberadaan rawa-rawa tersebut tidak pernah masuk dalam blue print pengembangan potensi Jember. Padahal faktanya, masyarakat disekitar rawa-rawa banyak yang menggantungkan hidupnya pada rawa-rawa ini. Manfaat sangat dirasakan akan adanya rawa-rawa tersebut, misalnya pertanian padi rawa, produksi tanaman jagung, kolam pemancingan air tawar, budidaya perikanan air tawar dan beberapa kegiatan produksi industry rumahan yang bergantung pada ekologi rawa (tikar mendong).
![]() |
Petani padi rawa sedang panen. |
Rawa-rawa di Jember selatan ini bisa disebut juga paya-paya adalah sejenis lahan basah yang terbentuk dari lapangan yang sering atau selalu tergenang oleh air. Paya adalah rawa dangkal yang terutama ditumbuhi oleh rerumputan seperti wlingi, mendong, gelagah, atau terna sejenis bakung, enceng gondok, teratai dan sebangsanya. Terkadang ada, namun jarang, adalah tumbuhan berkayu yang lambat tumbuh. Lingkungan paya mungkin digenangi oleh air tawar, payau atau asin. Paya bisa jadi merupakan bagian dari ekosistem yang lebih besar, seperti mangrove atau hutan rawa gambut. Wilayah yang berpaya-paya ini basanya kaya akan jenis-jenis ikan, sehingga menjadi habitat yang penting bagi margasatwa, terutama burung-burung merandai, burung alis putih, berbagai macam capung, bebek liar (trulek) serta angsa liar. Mungkin juga berjenis-jenis reptile sejenis biawak .
![]() |
Capung indicator air bersih rawa |
Kadang ada hal yang dianggap mistis disekitar rawa-rawa misalnya adanya mitos kemamang rawa. Mungkin ini terjadi karena peruraian (dekomposisi) bagian-bagian tumbuhan yang tenggelam ke dasar paya menghasilkan gas rawa, yang kadang-kadang terbakar dengan sendirinya dan menimbulkan api misterius.Tetapi kini semakin jarang ada cerita berkembang semacam ini, dan pemikiran masyarakat pedesaan yang sudah kritis semakin kurang percaya takhyul.
Rawa-rawa ada yang sejenis gambut juga. Gambut adalah jenis tanah terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Sebagai pengetahuan saja, bahwa adanya bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-kira 8 milyar terajoule. Sekitar 60% lahan basah di dunia adalah gambut; dan sekitar 7% dari lahan-lahan gambut itu telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan kehutanan. Manakala kondisinya sesuai, gambut dapat berubah menjadi sejenis batubara setelah melewati periode waktu geologis. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar. Kalau bahasa local jember selatan sering disebut tabelan.
Biodiversity Action Plan | |
![]() |
Terbentuknya lahan gambut, terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan gambut.
Lazimnya di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan organik dalam tanah melebihi 30%; akan tetapi hutan-hutan rawa gambut di Indonesia umumnya mempunyai kandungan melebihi 65% dan kedalamannya .
melebihi dari 50cm. Tanah dengan kandungan bahan organik antara 35–65% juga biasa disebut muck.
Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan (humifikasi) terutama bergantung pada komposisi gambut dan intensitas penggenangan. Gambut yang terbentuk pada kondisi yang teramat basah akan kurang terdekomposisi, dan dengan demikian akumulasinya tergolong cepat, dibandingkan dengan gambut yang terbentuk di lahan-lahan yang lebih kering. Sifat-sifat ini memungkinkan para klimatolog menggunakan gambut sebagai indikator perubahan iklim di masa lampau. Demikian pula, melalui analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah penyusun bahan organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran ekologi di masa purba.
Pada kondisi yang tepat, gambut juga merupakan tahap awal pembentukan batubara. Gambut bog yang terkini, terbentuk di wilayah lintang tinggi pada akhir Zaman Es terakhir, sekitar 9.000 tahun yang silam. Gambut ini masih terus bertambah ketebalannya dengan laju sekitar beberapa milimeter setahun. Namun gambut dunia diyakini mulai terbentuk tak kurang dari 360 juta tahun silam; dan kini menyimpan sekitar 550 Gt karbon.
Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur.
Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.
|
Lahan basah atau wetland (Ingg.) adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya terkadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin.
Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Di atas lahan basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan), seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka jenis kodok, dan pelbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis burung dan mamalia, termasuk pula harimau dan gajah.
Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah merupakan lahan yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian.
![]() |
Potensi ekologis hutan mangrove pesisir Jember selatan |
|
![]() |
Kawasan rawa Jember selatan sebagai obyek riset |
|
![]() |
Tabelan (tanah hasil dekomposisi) dirawa plumpung sudah semakin menebal |
|
![]() |
Lahan gambut di rawa Kuro yang sudah agak menebal dab kini ditumbuhi aneka tanaman rawa kangkung, enceng gondok dan bakung |
Baik sebagai lahan persawahan, lokasi pertambakan, maupun sebagai wilayah transmigrasi.
Mengingat nilainya yang tinggi itu, di banyak negara lahan-lahan basah ini diawasi dengan ketat penggunaannya serta dimasukkan ke dalam program-program konservasi dan rancangan pelestarian keanekaragaman hayati semisal Biodiversity Action Plan.
Dalam definisi teknisnya, lahan basah digolongkan baik ke dalam bioma maupun ekosistem. Lahan basah dibedakan dari perairan dan juga dari tataguna lahan lainnya berdasarkan tingginya muka air dan juga tipe vegetasi yang tumbuh di atasnya. Lahan basah dicirikan oleh muka air tanah yang relatif dangkal, dekat dengan permukaan tanah, pada waktu yang cukup lama sepanjang tahun untuk menumbuhkan hidrofita, yakni tetumbuhan yang khas tumbuh di wilayah basah.
Lahan basah juga kerap dideskripsi sebagai ekoton, yakni wilayah peralihan antara daratan dan perairan. Seperti disebutkan Mitsch dan Gosselink, lahan basah terbentuk:
“…at the interface between truly terrestrial ecosystems and aquatic systems, making them inherently different from each other, yet highly dependent on both.”
Sementara Konvensi Ramsar mendefinisikan:
- Pasal 1.1: “… lahan basah adalah wilayah paya, rawa, gambut, atau perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau temporer (sementara), dengan air yang
- mengalir atau diam, tawar, payau, atau asin, termasuk pula wilayah dengan air laut yang kedalamannya di saat pasang rendah (surut) tidak melebihi 6 meter.”
- Pasal 2.1: “[Lahan basah] dapat pula mencakup wilayah riparian (tepian sungai) dan pesisir yang berdekatan dengan suatu lahan basah, pulau-pulau, atau bagian laut yang dalamnya lebih dari 6 meter yang terlingkupi oleh lahan basah.”
· Konvensi Ramsar, atau nama lengkapnya The Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl Habitat, adalah kesepakatan internasional tentang perlindungan wilayah-wilayah lahan basah yang penting, terutama yang memiliki arti penting sebagai tempat tinggal burung air. Tujuan perjanjian itu adalah untuk mendaftar lahan-lahan basah yang memiliki nilai penting di aras internasional, menganjurkan pemanfaatannya secara bijaksana, serta mencegah kerusakan yang semakin menggerogoti nilai-nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, ilmiah dan sebagai sumber wisata; dengan tujuan akhir untuk melestarikan kawasan-kawasan lahan basah dunia.
· Negara yang menjadi anggota dalam Perjanjian Ramsar itu harus mendaftarkan sekurangnya satu lokasi lahan basah di dalam wilayahnya ke dalam “daftar lahan basah yang penting secara internasional”, yang biasanya disebut “Daftar Ramsar”. Negara anggota memiliki kewajiban bukan hanya terhadap perlindungan lokasi lahan basah yang terdaftar, melainkan juga harus membangun dan melaksanakan rencana tingkat pemerintah untuk menggunakan lahan basah di wilayahnya secara bijaksana.
Beberapa tipe lahan basah antara lain : Rawa ( Hutan rawa air tawar dan Hutan bakau), Paya- Paya (termasul paya asin), Gambut (hutan rawa gambut), riparian dan lahan basah buatan. Pada konteks pembahasan sisi tepian sungai adalah ekologis disekitar sempadan sungai yang kerapkali dikesampingkan oleh pola pembangunan kita. Pengetahuan mengenai riparian (bahasa latin; ripa artinya tepian sungai atau kali) ini hamper tidak pernah diindahkan oleh pembangunan tepian sungai.
Mungkin karena dianggap tidak penting bagi keuntungan pengelolaanya. Sehingga tepian sungai kita semakin kritis dan sudah tidak disukung oleh keanekaragaman ekologis yang menguntungkan keadaan air sungai tersebut.
Wilayah riparian bisa berbentuk alami atau terbangun untuk keperluan stabilisasi tanah atau rehabilitasi lahan. Mintakat ini merupakan biofilter alami yang penting, yang melindungi lingkungan akuatik dari sedimentasi yang berlebihan, limpasan air permukaan yang terpolusi, dan erosi tanah. Zona ini juga menyediakan perlindungan dan makanan untuk banyak jenis hewan akuatis, dan juga naungan yang penting dalam pengaturan temperatur perairan. Banyak karakter yang menunjukkan kapasitas wilayah ini sebagai mintakat penyangga (bufferzone) bagi kawasan di sekitarnya.
Penelitian menunjukkan bahwa zona ini berperan penting dalam menjaga kualitas air yang masuk ke sungai, baik dari limpasan air permukaan (surface runoff) maupun dari aliran air bawah tanah. Terutama penting untuk mengurangi senyawa nitrat (denitrifikasi) yang berasal dari pupuk yang ditebarkan di lahan-lahan pertanian, yang terbawa oleh aliran air dan berpotensi merusak ekosistem serta mengganggu kesehatan. Fungsi ini diperlihatkan dengan baik oleh mintakat yang berupa lahan basah di tepian sungai.
Mintakat riparian juga berfungsi meredam energi aliran air. Kelok liku aliran sungai (meander), dikombinasikan dengan vegetasi dan perakaran tumbuhan di mintakat ini, mampu meredam energi pukulan arus sungai, sehingga mengurangi erosi dan kerusakan badan sungai akibat banjir. Pada peristiwa banjir besar, mintakat riparian mencegah kehancuran yang lebih luas di bagian luar sungai, meskipun mintakat itu sendiri mungkin menjadi porak-poranda. Sementara itu pada bagian lain mintakat, sedimen sungai diperangkap dan diendapkan, sehingga menurunkan kadar padatan tersuspensi dalam air, mengurangi kekeruhan, menggantikan tanah yang hanyut, serta membentuk tepian yang baru.
Wilayah kanan-kiri sungai merupakan habitat margasatwa dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, yang seringkali berfungsi sebagai koridor satwa; yakni daerah yang dijadikan sebagai tempat perlintasan aneka jenis fauna akuatik maupun terestrial, yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Fungsi ini terlihat nyata terutama di wilayah perkotaan, di mana zona-zona riparian yang terpelihara –jika masih ada– biasa ditinggali atau disinggahi oleh pelbagai jenis reptil, amfibia, dan burung. Situasi ini menghubungkan populasi-populasi hewan di hilir dengan sebelah hulu sungai, sehingga kelompok-kelompok itu saling terhubung satu sama lain.
Vegetasi di kanan-kiri sungai memiliki karakter yang khas, yang sering memperlihatkan pengaruh dan interaksi dengan lingkungan perairan yang dinamis. Banyak dari jenis tumbuhan di wilayah riparian ini yang memencar dengan mengandalkan aliran air atau pergerakan ikan. Dari segi ekologi, fenomena ini penting sebagai salah satu mekanisme aliran energi ke dalam ekosistem perairan, melalui jatuhan ranting, daun dan terutama buah tetumbuhan ke air, yang akan menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan akuatik.
Dari sudut sosial, kawasan riparian banyak menyumbang bagi nilai-nilai kehidupan masyarakat di sekitarnya. Wilayah tepian sungai yang bervegetasi baik sering dijadikan taman tempat bersantai dan berinteraksi bagi penduduk, terutama di perkotaan. Taman dan hutan kota semacam ini biasa dijadikan tempat rekreasi harian, bersepeda, memancing, berbiduk, dan lain-lain. Pemandangan sungai yang indah, juga di waktu malam di daerah perkotaan, menjadikan banyak restoran dibangun di tepian air.
Sepanjang kanan-kiri sungai di daerah tropis, mulai dari wilayah hulu hingga ke muaranya di laut, tumbuh berbagai tipe vegetasi, yang pada gilirannya menyediakan habitat bagi aneka komunitas margasatwa. Variasi-variasi dalam zona riparian ini pada dasarnya ditentukan oleh seberapa besar aliran sungai mempengaruhi kondisi lingkungan di kanan-kirinya; yang selanjutnya ditentukan oleh topografi lapangan dan sifat-sifat aliran sungai yang bersangkutan.
Di bagian hulu sungai di daerah pegunungan, aliran sungai berkelak-kelok melalui jurang kecil maupun besar. Arus sungai yang deras, fluktuasi permukaan air yang tinggi antara saat-saat hujan dengan tidak hujan, dan curamnya tebing sungai, menjadikan zona riparian di daerah pegunungan ini tidak begitu nyata dan sempit. Wilayah riparian di sini kebanyakan ditumbuhi semak-belukar dan perdu, dengan beberapa pohon besar yang tidak selalu sama jenisnya. Semak-semak seperti kecubung gunung (Brugmansia spp.), sisirihan (Piper aduncum) dan beberapa yang lain sering ditemukan di sini. Juga pohon-pohon seperti kepayang (Pangium edule), benda (Artocarpus elasticus) dan kedawung (Parkia roxburghii).
Tiba di daerah yang lebih datar, aliran sungai mulai melambat dan melebar, menampung lebih banyak arus dari anak-anak sungai, dan fluktuasi debit sungai menyusut. Meskipun sungai-sungai di wilayah ini umumnya bertebing, namun kebanyakan tidak lagi berupa jurang yang dalam seperti halnya di pegunungan. Zona riparian kebanyakan ditumbuhi pepohonan, yang bisa jadi tajuknya bertaut satu sama lain membentuk kanopi (atap tajuk) di atas sungai yang belum seberapa lebar. Jenis-jenis pohon dari keluarga beringin seperti loa (Ficus racemosa), sengkuang (Pometia pinnata), dan keluarga jambu-jambuan seperti halnya jambu mawar (Syzygium jambos) sering didapati di bagian ini.
Mendekat ketinggian laut, di daerah dataran rendah yang luas, aliran sungai bisa menjadi amat lebar, mengalir lambat dan nyaris tidak berubah tinggi airnya sepanjang tahun. Akan tetapi di puncak musim hujan, banjir besar selalu terjadi dan limpasannya dapat menutupi wilayah yang luas di kanan-kiri sungai. Wilayah riparian di bagian ini tidak selalu berupa hutan; bisa jadi bergabung atau berseling dengan rawa atau paya-paya yang luas. Namun karena tanah endapan yang subur dan selalu diperkaya setiap tahun, zona riparian di daerah ini biasa memiliki pohon-pohon besar dan tinggi, yang dari udara relatif mudah dibedakan dari hutan-hutan di sekitarnya yang lebih rendah kanopinya. Komunitas khas ini biasa dikenal sebagai hutan riparian. Beberapa jenis dipterokarpa seperti Dipterocarpus apterus, D. oblongifolius, serta jenis-jenis penghasil tengkawang seperti Shorea macrophylla, S. seminis dan S. splendida biasa dijumpai di sini. Juga kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) dan merbau (Intsia palembanica) yang berharga mahal.
Di bagian yang kerap tergenang atau drainasenya buruk, hutan riparian ditumbuhi jenis-jenis yang lebih beradaptasi dengan lingkungan perairan. Contohnya adalah bintaro (Cerbera spp.), butun darat (Barringtonia racemosa), pidada (Sonneratia caseolaris), rengas (Gluta renghas), terentang (Campnosperma auriculata) dan lain-lain. | Suatu bentuk lain dari vegetasi riparian di daerah kering adalah apa yang dinamai sebagai hutan galeri. Hutan ini merupakan wilayah-wilayah sempit yang selalu hijau, yang tumbuh di sepanjang aliran sungai di antara hamparan hutan gugur daun, savana atau padang rumput di wilayah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara. |
Sungai-sungai itu sendiri mungkin mengering pada sebagian besar waktu sepanjang tahun (di Jawa Timur sungai semacam ini disebut curah), namun kelembaban yang tersimpan dalam tanahnya masih mampu mempertahankan kehijauan vegetasi. Hutan galeri terbentuk di dataran rendah hingga jurang-jurang di daerah yang berbukit, sampai pada ketinggian sekitar 2.000 m dpl. Di daerah pesisir yang bersavana, hutan galeri ini sering digantikan oleh hutan rawa payau yang didominasi gebang (Corypha utan)
Karena sungai banyak memberikan manfaat dan kegunaan bagi manusia, tak ayal wilayah riparian pun mengalami akibatnya. Banyak aktivitas manusia, baik yang berkait langsung dengan pemanfaatan zona riparian, maupun yang tidak langsung seperti kegiatan pemanfaatan sungai, yang bisa mengancam kelestarian mintakat ini.
Di hutan-hutan lebat yang dibalak di wilayah pedalaman, sungai sering digunakan sebagai sarana pengangkutan kayu. Kegiatan menyarad dan mengangkut kayu ke sungai hampir selalu dilakukan dengan merusak, berat ataupun ringan, zona riparian ini. Demikian pula pembuatan jalan-jalan angkutan dalam hutan, mau tidak mau akan melintasi banyak sungai dan zona-zona riparian di sekitarnya. Belum lagi apabila pohon yang akan dibalak memang tumbuh pada zona-zona riparian ini. Diperkirakan, hutan riparian yang subur dapat memiliki potensi kayu komersial hingga 90 m³ perhektar. Dalam pada itu pemukiman-pemukiman di wilayah dengan fasilitas terbatas, seperti di desa-desa pedalaman yang terpencil serta kamp-kamp pekerja kehutanan dan pertambangan, sering dibangun mendekati sungai sebagai sumber air dan sarana perhubungan.
Dan itu artinya memanfaatkan zona-zona riparian secara intensif. Pemukiman-pemukiman dan perladangan penduduk asli di Kalimantan, misalnya, terletak di sepanjang –dan tidak pernah jauh dari– aliran-aliran sungai yang masih dapat dilayari dengan biduk ketinting.
Tidak jauh berbeda alasannya, zona-zona riparian sungai-sungai yang melintasi kota –khususnya di Indonesia– hampir selalu dipadati oleh pemukiman penduduk. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Palembang, Banjarmasin, Pontianak dan lain-lain, wilayah riparian ini biasa padat oleh rumah-rumah warga setempat. Jika tidak, kawasan tepian sungai ini dijadikan pasar atau daerah pergudangan, terutama yang terletak tidak jauh dari pelabuhan. Semua aktivitas itu, baik di hutan, di pedalaman, maupun di perkotaan, jelas-jelas merusak fungsi ataupun fisik mintakat riparian.
Upaya-upaya konservasi rawa-rawa
Untuk melindungi keberadaan dan keberlangsungan fungsi wilayah Rawa –rawa ( Hutan rawa air tawar dan Hutan bakau), Paya- Paya (termasuk paya asin), Gambut (hutan rawa gambut), riparian dan lahan basah buatan riparian, Indonesia,
![]() | Rawa sebagai sumber penghidupan masyarakat pesisir Jember selatan |
misalnya, memiliki peraturan untuk memelihara dan mempertahankan apa yang disebut sebagai sempadan sungai. Peraturan ini pada dasarnya menganjurkan pengelola wilayah, umpamanya pemegang HPH, untuk memelihara kawasan dengan lebar tertentu, sejajar dan di sepanjang tepian kanan-kiri sungai. Lebar sempadan ini bergantung kepada ukuran sungai itu sendiri, kondisi tepiannya (apakah masih alami atau buatan), serta letaknya (apakah di hutan, kawasan perkebunan atau di perkotaan).
Untuk skala yang lebih luas dan kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati yang lebih tinggi, perlindungan zona riparian yang penting biasa dicakup dalam rencana konservasi tingkat nasional atau regional; misalnya dicantumkan dalam Biodiversity Action Plan.
· Diolah dari berbagai sumber oleh iwan ‘ndut Komunitas Kurorawa Jember ‘2010
Selasa, 21 Juni 2011
pesona rawa-rawa Jember
Rawa-rawa penuh inspirasi
Jember dengan seribu rawa
KURAWA kumpulan rawa-rawa di selatan
Negeri Kurawa selatan, selatan kuru ?
rawa bagian dari pengendapan dunia tanahair
mengubahnya menjadi kesan sumber oase
ditengah kekeringan ekspresi budaya air
aku disini menjadi saksi
saksi akan potensimu, dayatarikmu,pesonamu
kau adalah sumber-sumber agraria yang terserakkan
Kendala dalam pengembangan pesona pariwisata rawa ”kampung seni Kurorawa” ini adalah pertama; struktur pemerintahan desa yang belum mampu menterjemahkan pesona wisata yang mampu dicreated, untuk bisa dijadikan pengembangan pendapatan masyarakatnya, sehingga program infrastruktur tersebut masih belum berhubungan secara nyata terhadap kepentingan kepariwisataan ; kedua, adalah kendala kultural yaitu budidaya pola pertanian yang masih terlalu mengandalkan asupan pupuk kimia sehingga menimbulkan ketergantungan masyarakat pada pupuk sangat tinggi. Akibatnya hasil panen tidak berimbang dengan pendapatan petani. Apalagi untuk tanaman cabe dan semangka, semacam spekulasi yang cukup lumayan (pada dua tahun sekarang ini) . Rata-rata petani gumukmas sebenarnya masih mempunyai budaya adat kebiasaan ritual pertanian, artinya kearifan lokal masih dipegang sebagai kebiasaan budidaya mereka (menarik sebagai obyek wisata jika kelak dikreasikan). Memang masyarakat dan pemerintahan desa mempunyai keinginan untuk menigkatkan pendapatan warganya di sekitar rawa tetapi masih belum memmpunyai solusi; ketiga, adanya status keberadaan rawa-rawa yang masih mempunyai kewenangan pengelolaan secara ganda, baik pemerintah daerah kabupaten jember yang berwenang mengelaola aset wilayah rawa tersebut. Sedangkan untuk urusan perlindungan satwa flora endemik dan konservasinya ada dalam kewenangan pihak BKSDA (balai konservasi dan sumber daya alam) Jember. ; Keempat. Adanya perencanaan tata ruang dan tata wilayah yang belum menyentuh keberadaan rawa-rawa di kabupaten Jember, sehingga masih terpadat perencanaan yang secara parsial-parsial yang justru kontra produktif terhadap konservasi rawa tersebut. Suatu misal adanya perencanaan eksploitasi tambang pasir besi di pantai selatan dengan kerjasama investasi, ada juga rencana proyek pengairan yang mencoba ”menyudet” rawa semacam kebutuhan drainase dimusim penghujan, ada juga program sektoral pertanian untuk memperluas areal pertanian disekitar rawa-rawa. Sementara perencanaan program tersebut belum menyentuh subyek masyarakat secara terpadu, karena fakta lapangan banyak masyaakat yang tidak pernah mengetahui akan adanya rencana-rencana yang akan dilakukan disekitar mereka.
Program ini sebenarnya masih pada tahap coba-coba yang dilakukan oleh kelompok masyarakat desa secara tentatif dan tidak terprogram secara terpadu, tetapi sudah merupakan kebiasaan masyarakat sekitar rawa. Kebiasaan itu antara lain;
Budidaya Padi rawa, adalah budidaya padi yang dilakukan dipinggir rawa-rawa dengan keunuikannya baik mulai dari awal tanam sampai panen (obyek wisata). Juga dari jenis padi yag ditanam varietas lama lokal (rojolele) padi dengan jenis tinggi cocok untuk kondisi rawa terutama musim penghujan (air rawa naik). Dalamnya juga terdapat ritual tradisi setempat. Tanaman musim kemaraunya adalah jagung hybrid (jagung lokal habis).
Pemancingan klub pemancing rawa, rawa kuro diwaktu hari sabtu dan minggu sangat ramai dikunjungi oleh para pemancing, terutama adalah pemancing yang ingin merasakan ”tarikan” khas ikan rawa, bisa nila, ikan melem, sidat oling, bergis, berkong,bethok ”ikan biru”, sepat atau mungkin ikan gabus.
Obyek fotografi rawa, panorama rawa dengan latar belakang gunung semeru menjadikan obyek sunrise yang sangat indah. Ada juga satwa khas rawa yaitu capung ”seset” adalah bagaian dari ekosistem rawa, semakin banyak capung berarti air di rawa adalah air yang jernih dan bersih. Satwa lainnya adalah burung cucak alis putih, merupakan satwa endemik rawa kuro. Sehingga dengan obyek yang khas tersebut nantinya akan dapat dijadikan semacam lomba fotografi.
Gethek, sudah biasa digunakan oleh masyarakat setempat maupun pemancing dari luar rawa untuk menyusuri rawa sambil mencari spot-spot ikan. Semacam alat transportasi air (perahu) tetapi masih terlalu sederhana dan kurang artistik.
Pengenalan situs candi, Candi deres (candi boto/ gumukmas) posisinya memang diluar desa Kepanjen , tepatnya di desa Gumukmas . Sementara situs hanya sekedar untuk diketahui saja, tanpa ada uraian lanjutan. Sehingga kurang dianggap sebagai pengetahuan penting (nilai pendidikan budaya ).Kunjungan masharakat hanya sekedarnya.
Dasar pandangan pentingnya penciptaan kawasan wisata rawa di wilayah pesisir selatan Jember (Gumukmas dan sekitarnya)
Penataan kawasan sudah semestinya melibatkan hubungan manusia dengan lingkungan yang menjadi pijakan eksistensinya, sehingga dalam hubungan struktural akan terwakili dalam konstruksi kesejarahan. Untuk memahami realitas sejarah secara lebih baik , dan nantinya diharapkan memberikan konstribusi dalam menjawab dinamika pemikiran kebudayaan dan permasalahan lingkungan yang akan muncul dikemudian hari. Untuk keperluan ini diperlukan kajian-kajian sejarah budaya yang mengintegrasikan perspektif lingkungan alam, manusia dan perkembangan fungsi manfaatnya. Memang merintis prespektif demikian ini akan melibatkan beberapa pihak dalam melakukan studi. Sejak 1992 sudah dimulai dengan kajian ekosistem rawa, analisa bencana tsunami, pola matapencaharian masyarakat nelayan dan pengamatan produksi hasil budidaya pertanian rawa. Sementara yang mengarah pada konstruk landscape masih pada tataran embrional dan beberapa kajian sejarah kebudayaan yang berhubungan dengan seni tradisi masyarakat setempat. Gambaran utuh nantinya dengan pendekatan perspektif lingkungan secara umum bergerak dalam wilayah garapan meliputi : 1). Lingkungan alamiah masa lampau , 2). Moda-moda produksi, 3). Persepsi nilai ideologi budaya lokal, semua dilakukan untuk mewarnai penataan ruang nantinya agar tidak terjadi perubahan yang akan pencerabut akar-akar tradisi masyarakat setempat. Tentusaja akan dikemas dalam garapan-garapan terencana dan konstruktif nuansa image lingkungan desa wisata.
Kajian sejarah di lingkungan desa disekitar Gumukmas sejauh ini dapat dikelompokkan dalam tiga tema utama yaitu :
1. Permasalahan lingkungan (problem-oriented perspective).
2. Perubahan lingkungan (environmental change prespective) dan
3. Nilai-nilai dan prilaku- prilaku kultural terhadap lingkungan (values and attitude to environment)
Di Gumukmas ( arti bebasnya gundukan emas, mungkin karena gundukan tersebut sama dengan gundukan padang pasir besi. Kemilaunya seperti keemasan) terdapat bukit-bukit pasir bagian selatan merupakan wilayah dengan kondisi geografis dataran dengan potensi kelautan, terutama tambak dan rawa-rawa, sebagian lahan pertanian . Bagian paling ujung selatan terdapat pasir pantai dengan view pulau Nusa Barong. Pantai disana juga merupakan pendaratan ikan yang sebagain lainnya mendaratkan ikannya di Pantai Puger sebelah timur dari Mayangan Gumukmas. Suhu panas pantai lebih dominan sehingga terasa panas dan uap air dari laut kadang masuk menjorok ke daratan terbawa angin laut.Tanaman khasnya adalah mangrove dan pandan laut dengan asumsi sementara untuk mencegah erupsi air laut ke darat yang akan menjadikan mata air dan sumur masyarakat terasa asinnya. Terdapat hulu sungai Bondoyudo yang bermuara di tanjung Pelindu.
Sedangkan muatan kebudayaan yang tepat disana adalah adanya situs purbakala yaitu peninggalan Raja Majapahit Hayamwuruk berupa reruntuhan candi. Yaitu candi Deres (candi boto). Empu Prapanca (kitab Negarakrtagama) menggambarkan kunjungan (1359) Raja Hayam Wuruk di Sadeng, melalui Kunir dan Basini, disana beliau menginap beberapa malam sambil menikmati keindahan alam diaderah sarampwan. Dari sadeng raja menuju kuta Bacok, terletak dipinggir laut. Asyik memandangi karang tersiram ombak yang terpencar seperti hujan (Nag. 22: 4-5).
Sadeng dapat diidentifikasikan dengan Puger, letaknya dipantai selatan didaerah Jember. Bukit sebelah timur desa Puger disebut gunung kapur, atau gunung Sadeng, sedangkan sampai sekarang didaerah tersebut masih terdapat dusun yang bernama Sadengan, letaknya disekitar pasar Grenden. Lagi pula sungai yang mengalir ke laut dari barat adalah sungai Kali Besini. Suatu pemukiman bernama Besini, dapat ditemukan dipinggir jalan disebelah barat desa Puger, kini ditandai oleh sebuah komplek makam China. Berdasarkan informasi tersebut diatas perjalanan raja ke Sadeng ditemukan kembali sebagai berikut :
Setelah bermalam disebelah timur muara sungai Bondoyudo (Rabut Lawang, didaerah Cakru Paseban ; nag 22) rombongan raja berjalan lurus ke timur dan menyeberangi Kali Besini disekitar Puger. Kemudian perjalanan diteruskan ke Puger. Jarak Cakru- Puger adalah 12 Km. Menurut sumber (Pigeaud) Rabut Lawang yang kini dikenal dengan Plawangan adalah merupakan ”pintu Masuk ” penguasa Kanjeng Ratu Laut Kidul masuk ke Pulau Jawa bagian timur. Terdapat acara penyambutan kedatangan Ratu laut Kidul di Paseban tiap tahunnya disebelah selatan Cakru (desa yang dikunjungi oleh Bujangga Manik , pengembara Sunda di tahun 1500 ; Noorduyn ”bujangga Manik journeys; 428). Sehubungan rute yang dilalui oleh Raja Hayam Wuruk sepanjang pantai selatan laut Jawa disinyalir garis pantai sudah mengalami kemajuan pesat dalam 6 abad terakhir akibat endapan yang terbawa oleh sungai Mujur dan Bondoyudo yang bersumber dilereng Gunung Semeru. Buktinya desa Tunjungan atau Patunjungan (nag; 22 : 1-2) berada di pingiir laut tetapi kini desa tunjungan berada jauh di pedalaman. Garis pantai telaj maju sekitar 4 km setelah kunjungan Raja Majapahit . Ada data cerita dari bambang cucu pinisepuh pelaku babad hutan Paseban , bahwa pada awal abad ke-20 beliau melakukan pembabatan hutan garis pantai masih 500 meter dari lokasi yang ia babat. Artinya juga terjadi perubahan lingkungan dan tradisi sampai sekarang masih dilakukan meskipun hanya permukaan yang dimengerti oleh masyarakat sekitar pantai selatan Jawa bagian timur ini.
Kini keadaan sekitar pantai selatan Jawa bagian timur di kabupaten Jember, misalnya daerah Puger, kemudian ke barat Gumukmas, Paseban terdapat proyek JLS (jalur lintas selatan), areal produksi perikanan tambak, komunitas nelayan dan beberapa rawa-rawa yang dijadikan budidaya padi rawa. Sedangkan untuk tanaman pandan, nyamplung dan bakau sudah mulai habis. Pasir pantai yang tergerus oleh daya abrasi arus laut. Pendangkalan hulu sungai Bondoyudo terutama dimuara tanjung Pelindu. Kawasan Pulau Nusa Barung, satwa penyu yang mulai sulit mencari sarang penyimpanan telurnya . Hal ini merupakan tantangan untuk mengadakan penataan ruang dan fungsi dengan perspektif sejarah lingkungannya sehingga dapat mendorong munculnya pemahaman tradisi dan kebudayaan dalam wujud produksi kesenian maupun penggalian peninggalan situs candi Gumukmas sebagai aset cagar budaya kabupaten Jember yang terserakan. Secara administrasi desa wilayah garap ini terbagi dalam dua desa yaitu Kepanjen, Mayangan dan Menampu Kecamatan Gumukmas. Perspektif yang secara substansial terpadu ini diharapkan akan mampu memberikan gambaran tentang wilayah produksi masyarakat setempat, kondisi lingkungan alam yang cukup membangun pedapatan secara ekonomis bagi masyarakat sekitarnya dan munculnya semangat dari masyarakat untuk mengkaji lebih dalam sejarah yang terdapat diwilayahnya agar pengetahuan tersebut sebagai daya tarik penelitian kebudayaan Indonesia serta dapat diwariskan untuk anak cucu kelak di kemudian hari.
Lanscape Planning Wisata Rawa desa Kepanjen” Kampung seni KURORAWA”
Gambaran lanscape dan wilayah garapan desa wisata dan perkampungan seni dengan perspektif konservasi lingkungan antara lain :
1. Workshop guide lokal, persiapan pemuda fasilitator pariwisata sebagai persiapan even tahunan JFC internasional
2. Saresehan multi pihak wisata rawa dan potensi obyek wisata pantai selatan, dipadu dengan BBJ (bulan berkunjung ke Jember)
3. Pusat Studi ekologi rawa tanah basah, komunitas pecinta alam Jawa Timur
4. Budidaya Padi dan jagung lokal hasil pertanian organik khas rawa , dipadu dengan program budidaya sorgum dan padi lokal organik
5. Wisata konservasi tentang komunitas dan ekosistem rawa Pulo, Jeni , Plumpung dan Kuro, dipadu dengan program riset pecinta alam konservasi
6. Home stay dan hallroom metting back to nature “terapung”, event karya wisata sekolah-sekolah
7. Caferesto apung nuansa dan makananan khas rawa, dipadu dengan produk kopi dan teh unggulan jember
8. Wisata susur hulu sungai Bondoyudo (sandar nelayan Mayangan), dipadu dengan produk klub sepeda onthel
9. Track Wisata hutan mangrove Tanjung pelindu , dipadu dengan program konservasi organisasi mahasiswa pecinta alam
10. Track sepeda pantai rute Rawa kuro – Nusa Barong, dipadu dengan group sepeda sehat
11. Track Susur Pantai Jejak Bujangga Manik Journeys Paseban- Puger , dipadu dengan penelitian napak tilas Negarakrtagama
12. Pusat pembenihan ikan khas rawa Kuro , dipadu dengan program perikanan air tawar dinas perikanan kabupaten jember
13. Galery kampung seni dengan produk seni kerajinan dan lukisan karya seniman desa kepanjen, dipadu dengan kegiatan organisasi mahasiswa kesenian
14. Workshop seni dan Panggung kesenian (lokal dan populer), dipadu dengan jaringan seniman jember dan aktivis mahasiswa kesenian UNEJ
15. Pengembangan teknologi pertanian tepat guna dengan kekuatan komunitas basis rawa , dipadu dengan kegiatan LSM yang konsen di bidang pengembangan pola organik
Kegiatan akan direncanakan secara bertahap dengan melibatkan masyarakat setempat. Dan didampingi oleh aktivis mahasiswa kesenian dan organisasi mahasiswa pecinta alam serta kerjasama dengan LSM lestari Alam (konservasi alam) dan pemerintah desa , BKSDA Jember, serta pihak yang mendukung penciptaan wahana desa wisata di sekitar pesisir selatan. Diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, perlindungan pelestarian ekologi rawa, obyek penelitian rawa tanah basah di jatim serta penciptaan kesadaran merawat potensi pesona wisata di Jember. Sehingga kelak Jember di wilayah selatan akan mampu menajdi daerah tujuan wisata baru yang mampu menarik kunjungan wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara .
Semua pihak dimungkinkan dapat memberikan kontribusi dalam penataan dan pengelolaan kawasan pesisir pantai selatan Jember terutama diwilayah desa wisata dan perkampungan seni yang berperspektif lingkungan. Adapun proposal perencanaan tersebut akan dapat terintegrasi dengan baik kalau didalamya terikat dalam uraian kerjasama kemitraan yang nantinya dibuat dengan kesepakatan bersama multi pihak. Untuk keperluan awal pihak-pihak akan ditawari untuk membentuk komite persiapannya, Harapan kami pihak UNEJ yang mempunyai kemampuan penyediaan akademisi dan fasilitas laboratoriumnya, pihak kantor pariwisata Pemerintah Kabupaten Jember, aktivis kesenian dan aktivis pecinta alam.Tidak terkecuali tokoh masyarakat desa Menampu dan Mayangan, kelompok nelayan, kelompok tani rawa, kelompok kerajinan mendong dan seni tradisi . Juga jaringan pemasaran tour dan travel, masyarakat pedidikan Jember serta masyarakat praktisi desain dan konstruksi. Dan pihak-pihak yang mempunyai wewenang dalam cagar budaya dan cagar alam, TNMB, Perhutani KPH Jember, BKSDA Jember. Dan dukungan lembaga secara nasional terutama Kementrian Pariwisata, lembaga BPN , Departemen Kelautan dan Perikanan , Kementerian PU, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan. Dan pihak-pihak yang terkait atau berminat pada perencanaan awal ini yang masih belum sempat kami munculkan, diharapkan apresiasinya.iwkbud2011.
Jember dengan seribu rawa
KURAWA kumpulan rawa-rawa di selatan
Negeri Kurawa selatan, selatan kuru ?
rawa bagian dari pengendapan dunia tanahair
mengubahnya menjadi kesan sumber oase
ditengah kekeringan ekspresi budaya air
aku disini menjadi saksi
saksi akan potensimu, dayatarikmu,pesonamu
kau adalah sumber-sumber agraria yang terserakkan
Kendala dalam pengembangan pesona pariwisata rawa ”kampung seni Kurorawa” ini adalah pertama; struktur pemerintahan desa yang belum mampu menterjemahkan pesona wisata yang mampu dicreated, untuk bisa dijadikan pengembangan pendapatan masyarakatnya, sehingga program infrastruktur tersebut masih belum berhubungan secara nyata terhadap kepentingan kepariwisataan ; kedua, adalah kendala kultural yaitu budidaya pola pertanian yang masih terlalu mengandalkan asupan pupuk kimia sehingga menimbulkan ketergantungan masyarakat pada pupuk sangat tinggi. Akibatnya hasil panen tidak berimbang dengan pendapatan petani. Apalagi untuk tanaman cabe dan semangka, semacam spekulasi yang cukup lumayan (pada dua tahun sekarang ini) . Rata-rata petani gumukmas sebenarnya masih mempunyai budaya adat kebiasaan ritual pertanian, artinya kearifan lokal masih dipegang sebagai kebiasaan budidaya mereka (menarik sebagai obyek wisata jika kelak dikreasikan). Memang masyarakat dan pemerintahan desa mempunyai keinginan untuk menigkatkan pendapatan warganya di sekitar rawa tetapi masih belum memmpunyai solusi; ketiga, adanya status keberadaan rawa-rawa yang masih mempunyai kewenangan pengelolaan secara ganda, baik pemerintah daerah kabupaten jember yang berwenang mengelaola aset wilayah rawa tersebut. Sedangkan untuk urusan perlindungan satwa flora endemik dan konservasinya ada dalam kewenangan pihak BKSDA (balai konservasi dan sumber daya alam) Jember. ; Keempat. Adanya perencanaan tata ruang dan tata wilayah yang belum menyentuh keberadaan rawa-rawa di kabupaten Jember, sehingga masih terpadat perencanaan yang secara parsial-parsial yang justru kontra produktif terhadap konservasi rawa tersebut. Suatu misal adanya perencanaan eksploitasi tambang pasir besi di pantai selatan dengan kerjasama investasi, ada juga rencana proyek pengairan yang mencoba ”menyudet” rawa semacam kebutuhan drainase dimusim penghujan, ada juga program sektoral pertanian untuk memperluas areal pertanian disekitar rawa-rawa. Sementara perencanaan program tersebut belum menyentuh subyek masyarakat secara terpadu, karena fakta lapangan banyak masyaakat yang tidak pernah mengetahui akan adanya rencana-rencana yang akan dilakukan disekitar mereka.
Program ini sebenarnya masih pada tahap coba-coba yang dilakukan oleh kelompok masyarakat desa secara tentatif dan tidak terprogram secara terpadu, tetapi sudah merupakan kebiasaan masyarakat sekitar rawa. Kebiasaan itu antara lain;
Budidaya Padi rawa, adalah budidaya padi yang dilakukan dipinggir rawa-rawa dengan keunuikannya baik mulai dari awal tanam sampai panen (obyek wisata). Juga dari jenis padi yag ditanam varietas lama lokal (rojolele) padi dengan jenis tinggi cocok untuk kondisi rawa terutama musim penghujan (air rawa naik). Dalamnya juga terdapat ritual tradisi setempat. Tanaman musim kemaraunya adalah jagung hybrid (jagung lokal habis).
Pemancingan klub pemancing rawa, rawa kuro diwaktu hari sabtu dan minggu sangat ramai dikunjungi oleh para pemancing, terutama adalah pemancing yang ingin merasakan ”tarikan” khas ikan rawa, bisa nila, ikan melem, sidat oling, bergis, berkong,bethok ”ikan biru”, sepat atau mungkin ikan gabus.
Obyek fotografi rawa, panorama rawa dengan latar belakang gunung semeru menjadikan obyek sunrise yang sangat indah. Ada juga satwa khas rawa yaitu capung ”seset” adalah bagaian dari ekosistem rawa, semakin banyak capung berarti air di rawa adalah air yang jernih dan bersih. Satwa lainnya adalah burung cucak alis putih, merupakan satwa endemik rawa kuro. Sehingga dengan obyek yang khas tersebut nantinya akan dapat dijadikan semacam lomba fotografi.
Gethek, sudah biasa digunakan oleh masyarakat setempat maupun pemancing dari luar rawa untuk menyusuri rawa sambil mencari spot-spot ikan. Semacam alat transportasi air (perahu) tetapi masih terlalu sederhana dan kurang artistik.
Pengenalan situs candi, Candi deres (candi boto/ gumukmas) posisinya memang diluar desa Kepanjen , tepatnya di desa Gumukmas . Sementara situs hanya sekedar untuk diketahui saja, tanpa ada uraian lanjutan. Sehingga kurang dianggap sebagai pengetahuan penting (nilai pendidikan budaya ).Kunjungan masharakat hanya sekedarnya.
Dasar pandangan pentingnya penciptaan kawasan wisata rawa di wilayah pesisir selatan Jember (Gumukmas dan sekitarnya)
Penataan kawasan sudah semestinya melibatkan hubungan manusia dengan lingkungan yang menjadi pijakan eksistensinya, sehingga dalam hubungan struktural akan terwakili dalam konstruksi kesejarahan. Untuk memahami realitas sejarah secara lebih baik , dan nantinya diharapkan memberikan konstribusi dalam menjawab dinamika pemikiran kebudayaan dan permasalahan lingkungan yang akan muncul dikemudian hari. Untuk keperluan ini diperlukan kajian-kajian sejarah budaya yang mengintegrasikan perspektif lingkungan alam, manusia dan perkembangan fungsi manfaatnya. Memang merintis prespektif demikian ini akan melibatkan beberapa pihak dalam melakukan studi. Sejak 1992 sudah dimulai dengan kajian ekosistem rawa, analisa bencana tsunami, pola matapencaharian masyarakat nelayan dan pengamatan produksi hasil budidaya pertanian rawa. Sementara yang mengarah pada konstruk landscape masih pada tataran embrional dan beberapa kajian sejarah kebudayaan yang berhubungan dengan seni tradisi masyarakat setempat. Gambaran utuh nantinya dengan pendekatan perspektif lingkungan secara umum bergerak dalam wilayah garapan meliputi : 1). Lingkungan alamiah masa lampau , 2). Moda-moda produksi, 3). Persepsi nilai ideologi budaya lokal, semua dilakukan untuk mewarnai penataan ruang nantinya agar tidak terjadi perubahan yang akan pencerabut akar-akar tradisi masyarakat setempat. Tentusaja akan dikemas dalam garapan-garapan terencana dan konstruktif nuansa image lingkungan desa wisata.
Kajian sejarah di lingkungan desa disekitar Gumukmas sejauh ini dapat dikelompokkan dalam tiga tema utama yaitu :
1. Permasalahan lingkungan (problem-oriented perspective).
2. Perubahan lingkungan (environmental change prespective) dan
3. Nilai-nilai dan prilaku- prilaku kultural terhadap lingkungan (values and attitude to environment)
Di Gumukmas ( arti bebasnya gundukan emas, mungkin karena gundukan tersebut sama dengan gundukan padang pasir besi. Kemilaunya seperti keemasan) terdapat bukit-bukit pasir bagian selatan merupakan wilayah dengan kondisi geografis dataran dengan potensi kelautan, terutama tambak dan rawa-rawa, sebagian lahan pertanian . Bagian paling ujung selatan terdapat pasir pantai dengan view pulau Nusa Barong. Pantai disana juga merupakan pendaratan ikan yang sebagain lainnya mendaratkan ikannya di Pantai Puger sebelah timur dari Mayangan Gumukmas. Suhu panas pantai lebih dominan sehingga terasa panas dan uap air dari laut kadang masuk menjorok ke daratan terbawa angin laut.Tanaman khasnya adalah mangrove dan pandan laut dengan asumsi sementara untuk mencegah erupsi air laut ke darat yang akan menjadikan mata air dan sumur masyarakat terasa asinnya. Terdapat hulu sungai Bondoyudo yang bermuara di tanjung Pelindu.
Sedangkan muatan kebudayaan yang tepat disana adalah adanya situs purbakala yaitu peninggalan Raja Majapahit Hayamwuruk berupa reruntuhan candi. Yaitu candi Deres (candi boto). Empu Prapanca (kitab Negarakrtagama) menggambarkan kunjungan (1359) Raja Hayam Wuruk di Sadeng, melalui Kunir dan Basini, disana beliau menginap beberapa malam sambil menikmati keindahan alam diaderah sarampwan. Dari sadeng raja menuju kuta Bacok, terletak dipinggir laut. Asyik memandangi karang tersiram ombak yang terpencar seperti hujan (Nag. 22: 4-5).
Sadeng dapat diidentifikasikan dengan Puger, letaknya dipantai selatan didaerah Jember. Bukit sebelah timur desa Puger disebut gunung kapur, atau gunung Sadeng, sedangkan sampai sekarang didaerah tersebut masih terdapat dusun yang bernama Sadengan, letaknya disekitar pasar Grenden. Lagi pula sungai yang mengalir ke laut dari barat adalah sungai Kali Besini. Suatu pemukiman bernama Besini, dapat ditemukan dipinggir jalan disebelah barat desa Puger, kini ditandai oleh sebuah komplek makam China. Berdasarkan informasi tersebut diatas perjalanan raja ke Sadeng ditemukan kembali sebagai berikut :
Setelah bermalam disebelah timur muara sungai Bondoyudo (Rabut Lawang, didaerah Cakru Paseban ; nag 22) rombongan raja berjalan lurus ke timur dan menyeberangi Kali Besini disekitar Puger. Kemudian perjalanan diteruskan ke Puger. Jarak Cakru- Puger adalah 12 Km. Menurut sumber (Pigeaud) Rabut Lawang yang kini dikenal dengan Plawangan adalah merupakan ”pintu Masuk ” penguasa Kanjeng Ratu Laut Kidul masuk ke Pulau Jawa bagian timur. Terdapat acara penyambutan kedatangan Ratu laut Kidul di Paseban tiap tahunnya disebelah selatan Cakru (desa yang dikunjungi oleh Bujangga Manik , pengembara Sunda di tahun 1500 ; Noorduyn ”bujangga Manik journeys; 428). Sehubungan rute yang dilalui oleh Raja Hayam Wuruk sepanjang pantai selatan laut Jawa disinyalir garis pantai sudah mengalami kemajuan pesat dalam 6 abad terakhir akibat endapan yang terbawa oleh sungai Mujur dan Bondoyudo yang bersumber dilereng Gunung Semeru. Buktinya desa Tunjungan atau Patunjungan (nag; 22 : 1-2) berada di pingiir laut tetapi kini desa tunjungan berada jauh di pedalaman. Garis pantai telaj maju sekitar 4 km setelah kunjungan Raja Majapahit . Ada data cerita dari bambang cucu pinisepuh pelaku babad hutan Paseban , bahwa pada awal abad ke-20 beliau melakukan pembabatan hutan garis pantai masih 500 meter dari lokasi yang ia babat. Artinya juga terjadi perubahan lingkungan dan tradisi sampai sekarang masih dilakukan meskipun hanya permukaan yang dimengerti oleh masyarakat sekitar pantai selatan Jawa bagian timur ini.
Kini keadaan sekitar pantai selatan Jawa bagian timur di kabupaten Jember, misalnya daerah Puger, kemudian ke barat Gumukmas, Paseban terdapat proyek JLS (jalur lintas selatan), areal produksi perikanan tambak, komunitas nelayan dan beberapa rawa-rawa yang dijadikan budidaya padi rawa. Sedangkan untuk tanaman pandan, nyamplung dan bakau sudah mulai habis. Pasir pantai yang tergerus oleh daya abrasi arus laut. Pendangkalan hulu sungai Bondoyudo terutama dimuara tanjung Pelindu. Kawasan Pulau Nusa Barung, satwa penyu yang mulai sulit mencari sarang penyimpanan telurnya . Hal ini merupakan tantangan untuk mengadakan penataan ruang dan fungsi dengan perspektif sejarah lingkungannya sehingga dapat mendorong munculnya pemahaman tradisi dan kebudayaan dalam wujud produksi kesenian maupun penggalian peninggalan situs candi Gumukmas sebagai aset cagar budaya kabupaten Jember yang terserakan. Secara administrasi desa wilayah garap ini terbagi dalam dua desa yaitu Kepanjen, Mayangan dan Menampu Kecamatan Gumukmas. Perspektif yang secara substansial terpadu ini diharapkan akan mampu memberikan gambaran tentang wilayah produksi masyarakat setempat, kondisi lingkungan alam yang cukup membangun pedapatan secara ekonomis bagi masyarakat sekitarnya dan munculnya semangat dari masyarakat untuk mengkaji lebih dalam sejarah yang terdapat diwilayahnya agar pengetahuan tersebut sebagai daya tarik penelitian kebudayaan Indonesia serta dapat diwariskan untuk anak cucu kelak di kemudian hari.
Lanscape Planning Wisata Rawa desa Kepanjen” Kampung seni KURORAWA”
Gambaran lanscape dan wilayah garapan desa wisata dan perkampungan seni dengan perspektif konservasi lingkungan antara lain :
1. Workshop guide lokal, persiapan pemuda fasilitator pariwisata sebagai persiapan even tahunan JFC internasional
2. Saresehan multi pihak wisata rawa dan potensi obyek wisata pantai selatan, dipadu dengan BBJ (bulan berkunjung ke Jember)
3. Pusat Studi ekologi rawa tanah basah, komunitas pecinta alam Jawa Timur
4. Budidaya Padi dan jagung lokal hasil pertanian organik khas rawa , dipadu dengan program budidaya sorgum dan padi lokal organik
5. Wisata konservasi tentang komunitas dan ekosistem rawa Pulo, Jeni , Plumpung dan Kuro, dipadu dengan program riset pecinta alam konservasi
6. Home stay dan hallroom metting back to nature “terapung”, event karya wisata sekolah-sekolah
7. Caferesto apung nuansa dan makananan khas rawa, dipadu dengan produk kopi dan teh unggulan jember
8. Wisata susur hulu sungai Bondoyudo (sandar nelayan Mayangan), dipadu dengan produk klub sepeda onthel
9. Track Wisata hutan mangrove Tanjung pelindu , dipadu dengan program konservasi organisasi mahasiswa pecinta alam
10. Track sepeda pantai rute Rawa kuro – Nusa Barong, dipadu dengan group sepeda sehat
11. Track Susur Pantai Jejak Bujangga Manik Journeys Paseban- Puger , dipadu dengan penelitian napak tilas Negarakrtagama
12. Pusat pembenihan ikan khas rawa Kuro , dipadu dengan program perikanan air tawar dinas perikanan kabupaten jember
13. Galery kampung seni dengan produk seni kerajinan dan lukisan karya seniman desa kepanjen, dipadu dengan kegiatan organisasi mahasiswa kesenian
14. Workshop seni dan Panggung kesenian (lokal dan populer), dipadu dengan jaringan seniman jember dan aktivis mahasiswa kesenian UNEJ
15. Pengembangan teknologi pertanian tepat guna dengan kekuatan komunitas basis rawa , dipadu dengan kegiatan LSM yang konsen di bidang pengembangan pola organik
Kegiatan akan direncanakan secara bertahap dengan melibatkan masyarakat setempat. Dan didampingi oleh aktivis mahasiswa kesenian dan organisasi mahasiswa pecinta alam serta kerjasama dengan LSM lestari Alam (konservasi alam) dan pemerintah desa , BKSDA Jember, serta pihak yang mendukung penciptaan wahana desa wisata di sekitar pesisir selatan. Diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, perlindungan pelestarian ekologi rawa, obyek penelitian rawa tanah basah di jatim serta penciptaan kesadaran merawat potensi pesona wisata di Jember. Sehingga kelak Jember di wilayah selatan akan mampu menajdi daerah tujuan wisata baru yang mampu menarik kunjungan wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara .
Semua pihak dimungkinkan dapat memberikan kontribusi dalam penataan dan pengelolaan kawasan pesisir pantai selatan Jember terutama diwilayah desa wisata dan perkampungan seni yang berperspektif lingkungan. Adapun proposal perencanaan tersebut akan dapat terintegrasi dengan baik kalau didalamya terikat dalam uraian kerjasama kemitraan yang nantinya dibuat dengan kesepakatan bersama multi pihak. Untuk keperluan awal pihak-pihak akan ditawari untuk membentuk komite persiapannya, Harapan kami pihak UNEJ yang mempunyai kemampuan penyediaan akademisi dan fasilitas laboratoriumnya, pihak kantor pariwisata Pemerintah Kabupaten Jember, aktivis kesenian dan aktivis pecinta alam.Tidak terkecuali tokoh masyarakat desa Menampu dan Mayangan, kelompok nelayan, kelompok tani rawa, kelompok kerajinan mendong dan seni tradisi . Juga jaringan pemasaran tour dan travel, masyarakat pedidikan Jember serta masyarakat praktisi desain dan konstruksi. Dan pihak-pihak yang mempunyai wewenang dalam cagar budaya dan cagar alam, TNMB, Perhutani KPH Jember, BKSDA Jember. Dan dukungan lembaga secara nasional terutama Kementrian Pariwisata, lembaga BPN , Departemen Kelautan dan Perikanan , Kementerian PU, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan. Dan pihak-pihak yang terkait atau berminat pada perencanaan awal ini yang masih belum sempat kami munculkan, diharapkan apresiasinya.iwkbud2011.
Senin, 13 Juni 2011
sadeng
sadeng menurut cerita negarakertagama
lokasinya berada di kecamatan puger
kabupaten jember.
kini lebih dikenal dengan gunung kapur sadengan
kini sadeng jadi dusun sadengan
masih ada keturunan sadeng yang masih hidup,
didaerah ampel wuluhan
beberapa sekarang ada yang jadi anggota
DPRD kabupaten Jember
Foto sadeng dari laut puger
lokasinya berada di kecamatan puger
kabupaten jember.
kini lebih dikenal dengan gunung kapur sadengan
kini sadeng jadi dusun sadengan
masih ada keturunan sadeng yang masih hidup,
didaerah ampel wuluhan
beberapa sekarang ada yang jadi anggota
DPRD kabupaten Jember
Foto sadeng dari laut puger
Jumat, 13 Mei 2011
sadumuk bathuk, sanyari bhumi Ketajek Jember
WR itu Asmo, Pak Waro alias bapaknya si Munawaroh
Perjuangan bersama dan makna kehidupan pribadinya
Sebagai seorang anak petani yang sederhana , dan kini menginjak umurnya yang ke 67 , Pak Waro bapak dari 4 orang anak. Kulit luarnya nampak sudah keriput karena dihantam peristiwa demi peristiwa, tetapi masih cekatan dan tegar ketika naik dan menuruni bebukitan lereng Argopuro tempat ia mencari nafkah. Baik peristiwa yang berujung dengan kebahagiaan maupun berujung penderitaan dia jalani dengan sikap optimis. Hidup memang harus dijalani bukan dihindari. Kuat dalam memegang teguh pendirian sehingga Pak waroh dikenal oleh anggota KOMPAK ( Kelompok masyarakat perjuangan tanah ketajek) adalah orang yang bisa memegang komitmen. Amanat KOMPAK padanya adalah bagaimana organisasi, dapat merebut kembali tanah milik mereka, yang kini dalam penguasaan PDP Perusahaan daerah Perkebunan milik Pemerintah Kabupaten Jember. Dalam nada yang sangat tinggi WR (panggilan akrab) mengomentari pengelolaan tanaman kopi PDP kab Jember, “ Mosok lahan kopi iku ditelantarno, rumbug gak keurus. Malah saiki dadi sempit polane lahan sing disik kebun saiki dadi alas. Hasile kalah ambek duweke wong kampungan. Kalau gak bison gurus kebun wis mendingan pemerintah iku bagikan pada rakyat. Pastine rakyat dadi sejahtera khan ngono seeh ? ”.
Perkembangan terakhir hasil yang telah dicapai berkat kekuatan strategi lobi perjuangan warga Ketajek yakni keputusan Bupati Jember menetapkan tim verifikasi nama masyarakat diwilayah tanah Ketajek untuk: (1) Meneliti bukti administrasi data pemilik tanah Ketajek sesuai dengan penetapan dalam SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor 1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (2) Meneliti kebenaran ahli waris nama pemilik tanah Ketajek berdasarkan SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor 1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (3) Merumuskan berita acara hasil verivikasi nama masyarakat diwilayah / pemilik / ahli waris tanah ketajek dengan dikuatkan atau legalisasi berupa akta notaris dan melaporkannya hasil tugas kepada Bupati.
Warga Ketajek, dengan mekanisme KOMPAK pimpinan WR , memperkuat organ dengan membagi menjadi 6 Kelompok besar, meliputi Koordinator Pakis Utara, Cempaka, Badean, Karang Kebon, Glengseran dan Kemiri demi menjaga kekompakan. Keyakinan mereka bahwa tanah Ketajek milik sah rakyat pasti akan kembali, karena SK Mendagri No.12 tahun 1964 akan habis masa berlakunya pada 1 Januari 2000. Karena dirasakan berlarut larut dan lambatnya respon dari pemerintah terutama pemerintah kabupaten Jember menjalankan himbauan dari Joyo Winoto kepala BPN pusat, wajar bila pihak Pemda Jember selaku pengelola PDP Ketajek ngotot mempertahankan tanah tersebut. Sebab perkebunan ini merupakan salah satu pilar PAD Jember. Tercatat Rp15 milyar sebagai laba bersih dari ekspor kopi setiap tahun disumbangkan oleh PDP Ketajek. “Iku lak disik, saiki tambah mrosot tok. Wis kebune dadi alas, korupsie wong-wonge tambah nemen. Yo malah ancor ! “seloroh pak Asmo alias Pak Waro mencibir.
Amanat WR untuk menyusun kegiatan taktis
Untuk mendinamisir anggotanya, WR sebagai kepala suku KOMPAK mencoba keberuntungan di tahun 2004, warga masyarakat desa lereng selatan pegunungan Hyang Argopuro berinisiatif membentuk kelompok tani hutan bernama Rengganis dan dalam kaitan ini mengadakan perundingan dengan pihak perhutani . Visi dari kelompok Rengganis adalah mewujudkan kelestarian hutan dan membentuk rimba sebagai hutan yang berdampak sosial. Maksudnya, pengelolaan dan penghijauan hutan harus juga mempunyai nilai manfaat bagi kehidupan masyarakat desa hutan. Karena sebelumnya pengelolaan hutan oleh Perhutani tidak banyak memberikan manfaat bagi kehidupan petani hutan. Kini posisi kelompok Rengganis mencoba mendesak Perhutani agar mampu bekerjasama bagi-bagi manfaat dalam pengelolaan hutan.
Sampai di tahun 2005, kelompok petani hutan Rengganis bekerjasama dengan Perhutani. Konsep yang ditawarkan Perhutani dengan model Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Membentuk sebuah Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang diberi nama LMDH Rengganis. Keputusan membentuk LMDH diterima oleh masyarakat Ketajek dan bagi KOMPAK hal ini merupakan sebuah langkah taktis strategis untuk menanggulangi kemiskinan (petani tanpa tanah garapan) sekaligus melestarikan hutan terutama hutan lindung dengan aneka tanaman buah-buahan . Hal ini untuk mengatisipasi kegiatan masyarakat merusak hutan. Maka dalam keputusan rapat masyarakat Ketajek, WR menghimbau pada anggotanya untuk mendukung kegiatan Ketua terpilih Rengganis yaitu Holil.Sebagai pemuda yang energik dan keinginan untuk terus belajar Holil merasa tertantang atas kepercayaan yang diberikan padanya. Ketika organisasi ini berjalan nampak perubahan dalam cara kerjanya, lebih cepat dan mampu menghasilkan pendapatan bagi masyarakat Ketajek dan sekitarnya. Sehingga agenda rapat dan pertemuan sudah bukan menjadi soal lagi, karena dapur mereka tetap ngebul meskipun ditinggal pertemuan demi memperjuangkan hak atas tanahnya.
WR menceritakan bagaimana perjuangan petani terus memaksakan tuntutannya kepada pihak PDP pada akhir tahun 1999 masa-masa berakhirnya HGU PDP , Pemda Jember pun tidak berdiam diri. Pihak manajemen PDP menyiapkan sekitar 125 preman yang dari lingkungan perkebunan dikerahkan sebagai penjaga keamanan kebun. Apalagi bulan Januari 2000, merupakan masa untuk mengawal panen kopi. Bahkan menurut pengakuan salah seorang preman yang sempat bergabung taskforce keamanan, pihak PDP menjanjikan Rp40 juta bagi kepala keamanan, kalau panen kopi berhasil. Agaknya peluang terjadinya konflik terbuka antara petani Ketajek dengan PDP semakin terbuka. Apalagi HGU bagi PDP Ketajek akan berakhir bulan Desember 1999. Tentunya kedua pihak akan ngotot mempertahankan kemauannya. Tergantung pada pemerintah pusat. Apakah HGU bisa diperpanjang, sedang salah satu syarat perpanjangan HGU adalah tidak adanya klaim pemilikan atas tanah yang diajukan. Longmarch masyarakat ketajek menuju besaran, kurang lebih hamper satu kilo panjangnya, mereka terbagi dua rombongan, pertama dari pimpinan WR dari desa pakis dan yang kedua pimpinan Pak Yahyun dari desa Karang kebon. Persiapannya mulai 02.00 wib, berserta perelngkapan oncor dan bekal makan dan minum. Aksi ini bertujuan bahwa rakyat ingin tanah itu tidak diperpanjang oleh BPN pusat. Bahwa rakyat perjuangan tanah Ketajek telah menguasai tanah yang disengketakan. Pas 06.30 wib rombongan mencapai pintu gerbang dan memasuki wilayah besaran perkebunan PDP Ketajek. Rakyat menyatakan statement bahwa mereka menolak perpanjangan oleh BPN terkait masalah HGU PDP yang mereka sengketakan. WR memberikan peringatan agar tidak bentrok, karena pihak keamanan banyak yang saudara sendiri, kita semua akan merugi. Yang penting kita sudah menguasai tanah Ketajek , ketika HGU PDP itu habis masa berlakunya. Kemudian dapat beberapa harinya setelah aksi damai pendudukan Ketajek, beberapa perwakilan KOMPAK mendatangi BPN Jember untuk menyatakan keberatan perpanjangan HGU PDP Jember.
Acara-acara setelah pilkada Bupati Jember 2009
Aksi penanaman hutan lindung 2009 dengan berbagai bibit tanaman terutama tanaman buah-buahan, segenap anggota organisasi kompak dan rengganis turun gunung untuk mengadakan doa keselamatan atas beberapa tragedy (banjir bandang panti 2006) yang dianggap akan mengancam keluarga mereka.
Kemudian tahun 2010 KOMPAK dan Rengganis melakukan upaya membuka jalan pintas dan mengadakan pengerasan jalan serta membangun jembatan yang menghubungkan desa pakis dan pakel. Mereka berinisyatif memulai karena kurang sigapnya aparat desa merespon aspirasi masyarakat yang menginginkan jalan tembus demi percepatan arus ekonomi dari dua lokasi tersebut.
Sampai pada suatu hari Selasa 30 Nov 2010 , Pak Su dan Pak El datang menemui Pak Waro di kebunnya daerah Sumber Urang. Mereka menyampaikan kejadian bahwa telah datang beberapa orang dan memaksa cap jempol dengan alasan untuk penyelesaian dan pemberian tanah Ketajek. Saat menerima penjelasan itu, Pak Waro sempat kaget. Dia berpendapat bahwa terjadi lagi modus lama yang berkedok penyelesaian dan pembagian tanah Ketajek dengan meminta tanda tangan atau cap jempol dari ahli waris. Cara yang digunakan biasanya menggunakan aparat pemerintah Desa, Kecamatan, Polisi dan Koramil untuk menekan warga agar tanda tangan atau cap jempol. Terkait dengan peristiwa ini adalah setelah Pemkab Jember membentuk panitia rencana pelepasan tanah Ketajek, atas himbauan dari kepala BPN Joyo Winoto. ………..sk bupati ……Sehingga banyak elemen-elemen yang berkepentingan untuk menjadi perantara upya penyelesaian tanah Ketajek ini.
WR semakin mengerti ketika ia disingkirkan dalam kepanitiaan tersebut, kini mereka akan mencoba menggiring para pengikutnya untuk tidak lagi percaya pada nya. WR segera memerintahkan para anggota KOMPAK yang masih setia untuk berkumpul dan mengatur strategi menghadapi kekacauan informasi dilapangan. Untuk sementara WR memberikan instruksi untuk tidak melayani ajakan-ajakan yang belum jelas visi misinya terutama tentang penarikan-penarikan sejumlah dana demi memperoleh hak atas tanah Ketajek tersebut. WR menyatakan jika pemerintah Kabupaten Jember berniat baik untuk mendistribusikan tanah sengketa pada yang berhak demi kesejahteraan rakyat Ketajek, tentusaja akan membuat mekanisme yang transparan bukan slintat slintut tidak jelas seperti ini. Jika ada upaya penipuan maka WR memerintahkan anggotanya untuk segera melaporkan tindak pidana ini pada aparat kepolisian, dan dalam waktu dekat akan menglurug BPN Jember serta BPN pusat untuk memperoleh kejelasan penyelesaian maslah tanah Ketajek ini. “Kesabaran rakyat Ketajek wis gak kenek ditahan-tahan maneh…! “, katanya agak bergetar. “Ayuh ndang kumpul co konco kabeh, awake dewe yo podo gerak …jok wedi, njaluk tanah hake kene ..! begitu amanat WR dalam pertemuan rutin KOMPAK . Rakyat KOMPAK tak kan bisa dikalahkan.
Perjuangan bersama dan makna kehidupan pribadinya
Sebagai seorang anak petani yang sederhana , dan kini menginjak umurnya yang ke 67 , Pak Waro bapak dari 4 orang anak. Kulit luarnya nampak sudah keriput karena dihantam peristiwa demi peristiwa, tetapi masih cekatan dan tegar ketika naik dan menuruni bebukitan lereng Argopuro tempat ia mencari nafkah. Baik peristiwa yang berujung dengan kebahagiaan maupun berujung penderitaan dia jalani dengan sikap optimis. Hidup memang harus dijalani bukan dihindari. Kuat dalam memegang teguh pendirian sehingga Pak waroh dikenal oleh anggota KOMPAK ( Kelompok masyarakat perjuangan tanah ketajek) adalah orang yang bisa memegang komitmen. Amanat KOMPAK padanya adalah bagaimana organisasi, dapat merebut kembali tanah milik mereka, yang kini dalam penguasaan PDP Perusahaan daerah Perkebunan milik Pemerintah Kabupaten Jember. Dalam nada yang sangat tinggi WR (panggilan akrab) mengomentari pengelolaan tanaman kopi PDP kab Jember, “ Mosok lahan kopi iku ditelantarno, rumbug gak keurus. Malah saiki dadi sempit polane lahan sing disik kebun saiki dadi alas. Hasile kalah ambek duweke wong kampungan. Kalau gak bison gurus kebun wis mendingan pemerintah iku bagikan pada rakyat. Pastine rakyat dadi sejahtera khan ngono seeh ? ”.
Perkembangan terakhir hasil yang telah dicapai berkat kekuatan strategi lobi perjuangan warga Ketajek yakni keputusan Bupati Jember menetapkan tim verifikasi nama masyarakat diwilayah tanah Ketajek untuk: (1) Meneliti bukti administrasi data pemilik tanah Ketajek sesuai dengan penetapan dalam SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor 1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (2) Meneliti kebenaran ahli waris nama pemilik tanah Ketajek berdasarkan SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor 1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (3) Merumuskan berita acara hasil verivikasi nama masyarakat diwilayah / pemilik / ahli waris tanah ketajek dengan dikuatkan atau legalisasi berupa akta notaris dan melaporkannya hasil tugas kepada Bupati.
Warga Ketajek, dengan mekanisme KOMPAK pimpinan WR , memperkuat organ dengan membagi menjadi 6 Kelompok besar, meliputi Koordinator Pakis Utara, Cempaka, Badean, Karang Kebon, Glengseran dan Kemiri demi menjaga kekompakan. Keyakinan mereka bahwa tanah Ketajek milik sah rakyat pasti akan kembali, karena SK Mendagri No.12 tahun 1964 akan habis masa berlakunya pada 1 Januari 2000. Karena dirasakan berlarut larut dan lambatnya respon dari pemerintah terutama pemerintah kabupaten Jember menjalankan himbauan dari Joyo Winoto kepala BPN pusat, wajar bila pihak Pemda Jember selaku pengelola PDP Ketajek ngotot mempertahankan tanah tersebut. Sebab perkebunan ini merupakan salah satu pilar PAD Jember. Tercatat Rp15 milyar sebagai laba bersih dari ekspor kopi setiap tahun disumbangkan oleh PDP Ketajek. “Iku lak disik, saiki tambah mrosot tok. Wis kebune dadi alas, korupsie wong-wonge tambah nemen. Yo malah ancor ! “seloroh pak Asmo alias Pak Waro mencibir.
Amanat WR untuk menyusun kegiatan taktis
Untuk mendinamisir anggotanya, WR sebagai kepala suku KOMPAK mencoba keberuntungan di tahun 2004, warga masyarakat desa lereng selatan pegunungan Hyang Argopuro berinisiatif membentuk kelompok tani hutan bernama Rengganis dan dalam kaitan ini mengadakan perundingan dengan pihak perhutani . Visi dari kelompok Rengganis adalah mewujudkan kelestarian hutan dan membentuk rimba sebagai hutan yang berdampak sosial. Maksudnya, pengelolaan dan penghijauan hutan harus juga mempunyai nilai manfaat bagi kehidupan masyarakat desa hutan. Karena sebelumnya pengelolaan hutan oleh Perhutani tidak banyak memberikan manfaat bagi kehidupan petani hutan. Kini posisi kelompok Rengganis mencoba mendesak Perhutani agar mampu bekerjasama bagi-bagi manfaat dalam pengelolaan hutan.
Sampai di tahun 2005, kelompok petani hutan Rengganis bekerjasama dengan Perhutani. Konsep yang ditawarkan Perhutani dengan model Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Membentuk sebuah Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang diberi nama LMDH Rengganis. Keputusan membentuk LMDH diterima oleh masyarakat Ketajek dan bagi KOMPAK hal ini merupakan sebuah langkah taktis strategis untuk menanggulangi kemiskinan (petani tanpa tanah garapan) sekaligus melestarikan hutan terutama hutan lindung dengan aneka tanaman buah-buahan . Hal ini untuk mengatisipasi kegiatan masyarakat merusak hutan. Maka dalam keputusan rapat masyarakat Ketajek, WR menghimbau pada anggotanya untuk mendukung kegiatan Ketua terpilih Rengganis yaitu Holil.Sebagai pemuda yang energik dan keinginan untuk terus belajar Holil merasa tertantang atas kepercayaan yang diberikan padanya. Ketika organisasi ini berjalan nampak perubahan dalam cara kerjanya, lebih cepat dan mampu menghasilkan pendapatan bagi masyarakat Ketajek dan sekitarnya. Sehingga agenda rapat dan pertemuan sudah bukan menjadi soal lagi, karena dapur mereka tetap ngebul meskipun ditinggal pertemuan demi memperjuangkan hak atas tanahnya.
WR menceritakan bagaimana perjuangan petani terus memaksakan tuntutannya kepada pihak PDP pada akhir tahun 1999 masa-masa berakhirnya HGU PDP , Pemda Jember pun tidak berdiam diri. Pihak manajemen PDP menyiapkan sekitar 125 preman yang dari lingkungan perkebunan dikerahkan sebagai penjaga keamanan kebun. Apalagi bulan Januari 2000, merupakan masa untuk mengawal panen kopi. Bahkan menurut pengakuan salah seorang preman yang sempat bergabung taskforce keamanan, pihak PDP menjanjikan Rp40 juta bagi kepala keamanan, kalau panen kopi berhasil. Agaknya peluang terjadinya konflik terbuka antara petani Ketajek dengan PDP semakin terbuka. Apalagi HGU bagi PDP Ketajek akan berakhir bulan Desember 1999. Tentunya kedua pihak akan ngotot mempertahankan kemauannya. Tergantung pada pemerintah pusat. Apakah HGU bisa diperpanjang, sedang salah satu syarat perpanjangan HGU adalah tidak adanya klaim pemilikan atas tanah yang diajukan. Longmarch masyarakat ketajek menuju besaran, kurang lebih hamper satu kilo panjangnya, mereka terbagi dua rombongan, pertama dari pimpinan WR dari desa pakis dan yang kedua pimpinan Pak Yahyun dari desa Karang kebon. Persiapannya mulai 02.00 wib, berserta perelngkapan oncor dan bekal makan dan minum. Aksi ini bertujuan bahwa rakyat ingin tanah itu tidak diperpanjang oleh BPN pusat. Bahwa rakyat perjuangan tanah Ketajek telah menguasai tanah yang disengketakan. Pas 06.30 wib rombongan mencapai pintu gerbang dan memasuki wilayah besaran perkebunan PDP Ketajek. Rakyat menyatakan statement bahwa mereka menolak perpanjangan oleh BPN terkait masalah HGU PDP yang mereka sengketakan. WR memberikan peringatan agar tidak bentrok, karena pihak keamanan banyak yang saudara sendiri, kita semua akan merugi. Yang penting kita sudah menguasai tanah Ketajek , ketika HGU PDP itu habis masa berlakunya. Kemudian dapat beberapa harinya setelah aksi damai pendudukan Ketajek, beberapa perwakilan KOMPAK mendatangi BPN Jember untuk menyatakan keberatan perpanjangan HGU PDP Jember.
Acara-acara setelah pilkada Bupati Jember 2009
Aksi penanaman hutan lindung 2009 dengan berbagai bibit tanaman terutama tanaman buah-buahan, segenap anggota organisasi kompak dan rengganis turun gunung untuk mengadakan doa keselamatan atas beberapa tragedy (banjir bandang panti 2006) yang dianggap akan mengancam keluarga mereka.
Kemudian tahun 2010 KOMPAK dan Rengganis melakukan upaya membuka jalan pintas dan mengadakan pengerasan jalan serta membangun jembatan yang menghubungkan desa pakis dan pakel. Mereka berinisyatif memulai karena kurang sigapnya aparat desa merespon aspirasi masyarakat yang menginginkan jalan tembus demi percepatan arus ekonomi dari dua lokasi tersebut.
Sampai pada suatu hari Selasa 30 Nov 2010 , Pak Su dan Pak El datang menemui Pak Waro di kebunnya daerah Sumber Urang. Mereka menyampaikan kejadian bahwa telah datang beberapa orang dan memaksa cap jempol dengan alasan untuk penyelesaian dan pemberian tanah Ketajek. Saat menerima penjelasan itu, Pak Waro sempat kaget. Dia berpendapat bahwa terjadi lagi modus lama yang berkedok penyelesaian dan pembagian tanah Ketajek dengan meminta tanda tangan atau cap jempol dari ahli waris. Cara yang digunakan biasanya menggunakan aparat pemerintah Desa, Kecamatan, Polisi dan Koramil untuk menekan warga agar tanda tangan atau cap jempol. Terkait dengan peristiwa ini adalah setelah Pemkab Jember membentuk panitia rencana pelepasan tanah Ketajek, atas himbauan dari kepala BPN Joyo Winoto. ………..sk bupati ……Sehingga banyak elemen-elemen yang berkepentingan untuk menjadi perantara upya penyelesaian tanah Ketajek ini.
WR semakin mengerti ketika ia disingkirkan dalam kepanitiaan tersebut, kini mereka akan mencoba menggiring para pengikutnya untuk tidak lagi percaya pada nya. WR segera memerintahkan para anggota KOMPAK yang masih setia untuk berkumpul dan mengatur strategi menghadapi kekacauan informasi dilapangan. Untuk sementara WR memberikan instruksi untuk tidak melayani ajakan-ajakan yang belum jelas visi misinya terutama tentang penarikan-penarikan sejumlah dana demi memperoleh hak atas tanah Ketajek tersebut. WR menyatakan jika pemerintah Kabupaten Jember berniat baik untuk mendistribusikan tanah sengketa pada yang berhak demi kesejahteraan rakyat Ketajek, tentusaja akan membuat mekanisme yang transparan bukan slintat slintut tidak jelas seperti ini. Jika ada upaya penipuan maka WR memerintahkan anggotanya untuk segera melaporkan tindak pidana ini pada aparat kepolisian, dan dalam waktu dekat akan menglurug BPN Jember serta BPN pusat untuk memperoleh kejelasan penyelesaian maslah tanah Ketajek ini. “Kesabaran rakyat Ketajek wis gak kenek ditahan-tahan maneh…! “, katanya agak bergetar. “Ayuh ndang kumpul co konco kabeh, awake dewe yo podo gerak …jok wedi, njaluk tanah hake kene ..! begitu amanat WR dalam pertemuan rutin KOMPAK . Rakyat KOMPAK tak kan bisa dikalahkan.
Langganan:
Postingan (Atom)