Jumat, 13 Mei 2011

sadumuk bathuk, sanyari bhumi Ketajek Jember

WR itu Asmo, Pak Waro alias bapaknya si Munawaroh
Perjuangan bersama dan makna kehidupan pribadinya

Sebagai seorang anak petani yang sederhana , dan kini menginjak umurnya yang ke 67 , Pak Waro bapak dari 4 orang anak. Kulit luarnya nampak sudah keriput karena dihantam peristiwa demi peristiwa, tetapi masih cekatan dan tegar ketika naik dan menuruni bebukitan lereng Argopuro tempat ia mencari nafkah. Baik peristiwa yang berujung dengan kebahagiaan maupun berujung penderitaan dia jalani dengan sikap optimis. Hidup memang harus dijalani bukan dihindari. Kuat dalam memegang teguh pendirian sehingga Pak waroh dikenal oleh anggota KOMPAK ( Kelompok masyarakat perjuangan tanah ketajek) adalah orang yang bisa memegang komitmen. Amanat KOMPAK padanya adalah bagaimana organisasi, dapat merebut kembali tanah milik mereka, yang kini dalam penguasaan PDP Perusahaan daerah Perkebunan milik Pemerintah Kabupaten Jember. Dalam nada yang sangat tinggi WR (panggilan akrab) mengomentari pengelolaan tanaman kopi PDP kab Jember, “ Mosok lahan kopi iku ditelantarno, rumbug gak keurus. Malah saiki dadi sempit polane lahan sing disik kebun saiki dadi alas. Hasile kalah ambek duweke wong kampungan. Kalau gak bison gurus kebun wis mendingan pemerintah iku bagikan pada rakyat. Pastine rakyat dadi sejahtera khan ngono seeh ? ”.
Perkembangan terakhir hasil yang telah dicapai berkat kekuatan strategi lobi perjuangan warga Ketajek yakni keputusan Bupati Jember menetapkan tim verifikasi nama masyarakat diwilayah tanah Ketajek untuk: (1) Meneliti bukti administrasi data pemilik tanah Ketajek sesuai dengan penetapan dalam SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor 1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (2) Meneliti kebenaran ahli waris nama pemilik tanah Ketajek berdasarkan SK Kepala Inspeksi Agraria Jawa Timur Nomor 1/Agr/XI/122/ HM/ III Tahun 1964. (3) Merumuskan berita acara hasil verivikasi nama masyarakat diwilayah / pemilik / ahli waris tanah ketajek dengan dikuatkan atau legalisasi berupa akta notaris dan melaporkannya hasil tugas kepada Bupati.
Warga Ketajek, dengan mekanisme KOMPAK pimpinan WR , memperkuat organ dengan membagi menjadi 6 Kelompok besar, meliputi Koordinator Pakis Utara, Cempaka, Badean, Karang Kebon, Glengseran dan Kemiri demi menjaga kekompakan. Keyakinan mereka bahwa tanah Ketajek milik sah rakyat pasti akan kembali, karena SK Mendagri No.12 tahun 1964 akan habis masa berlakunya pada 1 Januari 2000. Karena dirasakan berlarut larut dan lambatnya respon dari pemerintah terutama pemerintah kabupaten Jember menjalankan himbauan dari Joyo Winoto kepala BPN pusat, wajar bila pihak Pemda Jember selaku pengelola PDP Ketajek ngotot mempertahankan tanah tersebut. Sebab perkebunan ini merupakan salah satu pilar PAD Jember. Tercatat Rp15 milyar sebagai laba bersih dari ekspor kopi setiap tahun disumbangkan oleh PDP Ketajek. “Iku lak disik, saiki tambah mrosot tok. Wis kebune dadi alas, korupsie wong-wonge tambah nemen. Yo malah ancor ! “seloroh pak Asmo alias Pak Waro mencibir.
Amanat WR untuk menyusun kegiatan taktis
Untuk mendinamisir anggotanya, WR sebagai kepala suku KOMPAK mencoba keberuntungan di tahun 2004, warga masyarakat desa lereng selatan pegunungan Hyang Argopuro berinisiatif membentuk kelompok tani hutan bernama Rengganis dan dalam kaitan ini mengadakan perundingan dengan pihak perhutani . Visi dari kelompok Rengganis adalah mewujudkan kelestarian hutan dan membentuk rimba sebagai hutan yang berdampak sosial. Maksudnya, pengelolaan dan penghijauan hutan harus juga mempunyai nilai manfaat bagi kehidupan masyarakat desa hutan. Karena sebelumnya pengelolaan hutan oleh Perhutani tidak banyak memberikan manfaat bagi kehidupan petani hutan. Kini posisi kelompok Rengganis mencoba mendesak Perhutani agar mampu bekerjasama bagi-bagi manfaat dalam pengelolaan hutan.
Sampai di tahun 2005, kelompok petani hutan Rengganis bekerjasama dengan Perhutani. Konsep yang ditawarkan Perhutani dengan model Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Membentuk sebuah Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang diberi nama LMDH Rengganis. Keputusan membentuk LMDH diterima oleh masyarakat Ketajek dan bagi KOMPAK hal ini merupakan sebuah langkah taktis strategis untuk menanggulangi kemiskinan (petani tanpa tanah garapan) sekaligus melestarikan hutan terutama hutan lindung dengan aneka tanaman buah-buahan . Hal ini untuk mengatisipasi kegiatan masyarakat merusak hutan. Maka dalam keputusan rapat masyarakat Ketajek, WR menghimbau pada anggotanya untuk mendukung kegiatan Ketua terpilih Rengganis yaitu Holil.Sebagai pemuda yang energik dan keinginan untuk terus belajar Holil merasa tertantang atas kepercayaan yang diberikan padanya. Ketika organisasi ini berjalan nampak perubahan dalam cara kerjanya, lebih cepat dan mampu menghasilkan pendapatan bagi masyarakat Ketajek dan sekitarnya. Sehingga agenda rapat dan pertemuan sudah bukan menjadi soal lagi, karena dapur mereka tetap ngebul meskipun ditinggal pertemuan demi memperjuangkan hak atas tanahnya.
WR menceritakan bagaimana perjuangan petani terus memaksakan tuntutannya kepada pihak PDP pada akhir tahun 1999 masa-masa berakhirnya HGU PDP , Pemda Jember pun tidak berdiam diri. Pihak manajemen PDP menyiapkan sekitar 125 preman yang dari lingkungan perkebunan dikerahkan sebagai penjaga keamanan kebun. Apalagi bulan Januari 2000, merupakan masa untuk mengawal panen kopi. Bahkan menurut pengakuan salah seorang preman yang sempat bergabung taskforce keamanan, pihak PDP menjanjikan Rp40 juta bagi kepala keamanan, kalau panen kopi berhasil. Agaknya peluang terjadinya konflik terbuka antara petani Ketajek dengan PDP semakin terbuka. Apalagi HGU bagi PDP Ketajek akan berakhir bulan Desember 1999. Tentunya kedua pihak akan ngotot mempertahankan kemauannya. Tergantung pada pemerintah pusat. Apakah HGU bisa diperpanjang, sedang salah satu syarat perpanjangan HGU adalah tidak adanya klaim pemilikan atas tanah yang diajukan. Longmarch masyarakat ketajek menuju besaran, kurang lebih hamper satu kilo panjangnya, mereka terbagi dua rombongan, pertama dari pimpinan WR dari desa pakis dan yang kedua pimpinan Pak Yahyun dari desa Karang kebon. Persiapannya mulai 02.00 wib, berserta perelngkapan oncor dan bekal makan dan minum. Aksi ini bertujuan bahwa rakyat ingin tanah itu tidak diperpanjang oleh BPN pusat. Bahwa rakyat perjuangan tanah Ketajek telah menguasai tanah yang disengketakan. Pas 06.30 wib rombongan mencapai pintu gerbang dan memasuki wilayah besaran perkebunan PDP Ketajek. Rakyat menyatakan statement bahwa mereka menolak perpanjangan oleh BPN terkait masalah HGU PDP yang mereka sengketakan. WR memberikan peringatan agar tidak bentrok, karena pihak keamanan banyak yang saudara sendiri, kita semua akan merugi. Yang penting kita sudah menguasai tanah Ketajek , ketika HGU PDP itu habis masa berlakunya. Kemudian dapat beberapa harinya setelah aksi damai pendudukan Ketajek, beberapa perwakilan KOMPAK mendatangi BPN Jember untuk menyatakan keberatan perpanjangan HGU PDP Jember.

Acara-acara setelah pilkada Bupati Jember 2009
Aksi penanaman hutan lindung 2009 dengan berbagai bibit tanaman terutama tanaman buah-buahan, segenap anggota organisasi kompak dan rengganis turun gunung untuk mengadakan doa keselamatan atas beberapa tragedy (banjir bandang panti 2006) yang dianggap akan mengancam keluarga mereka.
Kemudian tahun 2010 KOMPAK dan Rengganis melakukan upaya membuka jalan pintas dan mengadakan pengerasan jalan serta membangun jembatan yang menghubungkan desa pakis dan pakel. Mereka berinisyatif memulai karena kurang sigapnya aparat desa merespon aspirasi masyarakat yang menginginkan jalan tembus demi percepatan arus ekonomi dari dua lokasi tersebut.
Sampai pada suatu hari Selasa 30 Nov 2010 , Pak Su dan Pak El datang menemui Pak Waro di kebunnya daerah Sumber Urang. Mereka menyampaikan kejadian bahwa telah datang beberapa orang dan memaksa cap jempol dengan alasan untuk penyelesaian dan pemberian tanah Ketajek. Saat menerima penjelasan itu, Pak Waro sempat kaget. Dia berpendapat bahwa terjadi lagi modus lama yang berkedok penyelesaian dan pembagian tanah Ketajek dengan meminta tanda tangan atau cap jempol dari ahli waris. Cara yang digunakan biasanya menggunakan aparat pemerintah Desa, Kecamatan, Polisi dan Koramil untuk menekan warga agar tanda tangan atau cap jempol. Terkait dengan peristiwa ini adalah setelah Pemkab Jember membentuk panitia rencana pelepasan tanah Ketajek, atas himbauan dari kepala BPN Joyo Winoto. ………..sk bupati ……Sehingga banyak elemen-elemen yang berkepentingan untuk menjadi perantara upya penyelesaian tanah Ketajek ini.
WR semakin mengerti ketika ia disingkirkan dalam kepanitiaan tersebut, kini mereka akan mencoba menggiring para pengikutnya untuk tidak lagi percaya pada nya. WR segera memerintahkan para anggota KOMPAK yang masih setia untuk berkumpul dan mengatur strategi menghadapi kekacauan informasi dilapangan. Untuk sementara WR memberikan instruksi untuk tidak melayani ajakan-ajakan yang belum jelas visi misinya terutama tentang penarikan-penarikan sejumlah dana demi memperoleh hak atas tanah Ketajek tersebut. WR menyatakan jika pemerintah Kabupaten Jember berniat baik untuk mendistribusikan tanah sengketa pada yang berhak demi kesejahteraan rakyat Ketajek, tentusaja akan membuat mekanisme yang transparan bukan slintat slintut tidak jelas seperti ini. Jika ada upaya penipuan maka WR memerintahkan anggotanya untuk segera melaporkan tindak pidana ini pada aparat kepolisian, dan dalam waktu dekat akan menglurug BPN Jember serta BPN pusat untuk memperoleh kejelasan penyelesaian maslah tanah Ketajek ini. “Kesabaran rakyat Ketajek wis gak kenek ditahan-tahan maneh…! “, katanya agak bergetar. “Ayuh ndang kumpul co konco kabeh, awake dewe yo podo gerak …jok wedi, njaluk tanah hake kene ..! begitu amanat WR dalam pertemuan rutin KOMPAK . Rakyat KOMPAK tak kan bisa dikalahkan.